Komisioner Kpai Retno Listyarti : Pelajar Beraliran Saksi Yehuwa Di Batam, Bukan Tidak Hormat Bendera, Dia Menghormat Dengan Tetap Berdiri Saat Upacara

Peristiwa pelajar SMP di Batam Kepulauan Riau, yang sempat viral dan ramai diperbincangkan warganet, diberitakan tidak mau menghormat bendera saat upacara Hari Guru sempat viral beberapa waktu lalu, kemudian diberitakan selanjutnya bahwa pihak sekolah menjatuhkan sanksi pemberhentian pelajar tersebut, walaupun kemudian pemberitaan sanksi tersebut tidak lagi disebutkan pemberhentian, namun pemberian skorsing.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menaruh prihatin terhadap kasus tersebut, yang ternyata menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, kasus serupa sudah pernah terjadi beberapa kali disejumlah daerah, seperti di Tarakan Kalimantan Utara, dan Sangalla Tana Toraja, beberapa tahun silam, demikian disampaikan Retno saat menjadi pembicara dalam diskusi siang tadi (Selasa, 10 Desember 2019) di Bakoel Koffie Cikini, yang diadakan oleh Setara Institute.

Retno lebih lanjut menjelaskan, bahwa pelajar di Batam yang semula dikatakan tidak mau menghormat bendera, justru faktanya pelajar tersebut tetap mengikuti upacara, tetapi saat hormat bendera, pelajar tersebut tetap berdiri. “Jadi pelajar yang beraliran kepercayaan Saksi Yehuwa tersebut, dengan caranya sendiri tetap berdiri, saat hormat bendera. KPAI begitu mendapat info bahwa pelajar tersebut dijatuhi sanksi diberhentikan dari sekolah, KPAI melakukan protes kepada Gubernur, Walikota, dan pihak sekolah, walaupun akhirnya sanksi dikeluarkan tidak jadi diberikan, tetapi diberikan sanksi skorsing selama setahun, ini pun aneh, kenapa skorsing selama itu?” ujar Retno.

Diskusi yang diadakan oleh Setara Institute siang tadi, secara khusus dilakukan dalam rangka rilis Ringkasan Laporan Indeks Kinerja HAM 2015-2019, dengan judul “Janji yang Tertunda – Kinerja Pemajuan HAM Jokowi Periode Pertama”.

Disampaikan oleh Peneliti HAM dan Perdamaian Setara Institute, Selma Theofany, Setara Institute melakukan riset terhadap 2 isu utama, yakni : Hak Sipil dan Politik, yang terdiri dari 6 indikator, dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dengan 5 indikator.

Lebih lanjut Selma mengemukakan, bahwa total skor nilai indeks kurun waktu 2015-2019, yakni 3,2. “Penelitian ini menggunakan skala Likert, untuk mengkuantifikasikan capaian kinerja HAM dengan rentang nilai 1 – 7 (1 menunjukkan pemenuhan yang rendah, dan 7 pemenuhan yang tinggi, dengan angka 4 sebagai nilai moderat/tengah)” demikian dijelaskan Selma, yang saat presentasi turut didampingi oleh Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, dan juga dihadiri oleh perwakili dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.

Peringatan Hari HAM tahun 2019 ini, menurut Setara Institute, dapat menjadi momentum mempersiapkan diri menuju pemeningkatan kualitas penegakan HAM pada rejim pemerintahan berikutnya. Stagnasi penegakan HAM seharusnya menjadi pembelajaran bagi kepemimpinan Joko Widodo pada periode keduanya. (DPT)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*