Media Trans – Desakan pelaksanaan pilkada serentak agar ditunda menguat, lantaran pandemi Covid-19 belum berakhir. Terlebih, banyak pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan saat mendaftar ke KPU di daerah masing-masing pada 4-6 September lalu.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat ada lebih dari 300 bakal calon peserta pilkada yang membawa massa dan abai protokol corona saat mendaftar ke KPU.
Termasuk putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang membawa arak-arakan pendukung saat mendaftar ke KPUD Kota Solo, demikian diberitakan cnnindonesia.com.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan PP Muhammadiyah lantas meminta pemerintah agar menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Organisasi masyarakat lainnya juga mengusulkan hal serupa.
Usul penundaan tak lepas dari kekhawatiran akan bahaya virus corona. Apalagi kasus baru di Indonesia masih terus bertambah dengan angka ribuan setiap harinya.
Pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) baru, terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Opsi Perppu mencuat dalam rapat bersama, KPU dengan pemerintah, diwakili Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan untuk membahas hal itu. Rapat dihelat di Kantor Kemenko Polhukam pada Jumat (18/9/2020).
Dr. Michael Wattimena, SE., M.Si, mencermati dinamika pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, yang secara faktual telah diwarnai dengan banyaknya orang terpapar virus Covid-19, tidak hanya masyarakat, bakal paslon peserta pilkada, tetapi juga Ketua KPU RI Arief Budiman, dan banyak lagi komisioner penyelenggara pilkada.
“Sungguh prihatin melihat banyak sudah yang menjadi korban Covid-19, terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2020 ini” ujar Michael Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (MPO GAMKI), dalam keterangannya kepada media Senin (22/9/2020).
Keprihatinan Michael mengingat juga, jadwal pelaksanaan pilkada serentak, akan memasuki masa kampanye.
“Hingga sekarang tingkat keparahan pandemi Covid-19, masih tinggi dan hampir merata disemua daerah, sebentar nanti akan dimulai masa kampanye, janganlah pilkada ini memunculkan klaster ataupun menjadi episentrum penyebaran virus Covid-19” harap pria yang pernah menjadi DPR RI dua periode.
“Saya pikir apa yang disuarakan oleh tokoh-tokoh kita, termasuk suara keprihatinan ormas-ormas keagamaan, yang meminta penundaan pelaksanaan pilkada serentak, perlu mendapat perhatian serius pemerintah dan penyelenggara pilkada. Ada baiknya pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2020, dapat dipertimbangkan ditunda, setidaknya untuk waktu 3-6 bulan ke depan” terang Michael pemegang gelar akademik Doktor bidang manajemen perubahan.
Penundaan pelaksanaan pilkada serentak, setidaknya selama 3-6 bulan ke depan, diharapkan Michael sebagai momentum penataan ulang persiapan dan kesiapan pelaksanaan pilkada serentak, secara khusus terkait tertib disiplin penerapan protokol kesehatan Covid-19.
“Janganlah pilkada serentak ini, menjadi klaster ataupun episentrum baru penyebaran virus Covid-19, bisa jadi ada daerah-daerah yang saat ini, relatif sudah terkendali penyebaran virus Covid-19, justru jangan sampai nantinya menjadi daerah pandemi, kita kan harus fokus dan prioritas kesehatan dan keselamatan, DPR sebagai representasi rakyat harus mendengar jeritan hati rakyat” pungkas Michael, yang juga Ketua DPP Partai Demokrat. (DED)
Be the first to comment