Batak Center Gelar Diskusi Publik Hari Anak Nasional 2023, Serukan Keprihatinan Kasus Patologi Sosial Anak

Media Trans Batak Center dalam rangka Hari Anak Nasional tahun 2023, menggelar 2 kegiatan, yakni pada 22 Juli 2023 “Ngobrol Santai dengan Anak”, dilakukan secara online dengan tema “Aku Anak Indonesia Selalu Berdampak”, dengan 7 anak berprestasi sebagai narasumber.

Kemudian, pada 24 Juli 2023 secara hybrid, diskusi publik dengan tema “Mengatasi Patologi Sosial Pada Anak”, dengan narasumber Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak, Susi Panjaitan (praktisi patologi sosial anak), Parlin Sianipar (Tokoh Masyarakat Toba), dan Nasib Simarmata Ketua Lokus Adat Budaya Batak (LABB), diskusi dipandu oleh Freddy Pandiangan Wasekjen Batak Center.

Diskusi publik Hari Anak Nasional yang diadakan Batak Center, diikuti banyak tokoh LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat awam, dan mahasiswa, yang hadir secara onsite maupun online, seperti Maruap Siahaan Ketua Yayasan Peduli Danau Toba (YPDT), Pdt Herman Tampubolon (mahasiswa S2), dan Ester Manullang (mahasiswa USU yang juga Duta Anak Sumatera Utara 2019).

Diskusi publik Batak Center menyerukan suara keprihatinan terhadap maraknya kasus anak, dan kinerja pemerintah dalam menanganinya.

Maruap Siahaan memberikan nilai F untuk pemerintah, Arist Merdeka Sirait mengkritisi tema Hari Anak Nasional 2023 “Anak Terlindungi Indonesia Maju” sebagai tema yang sangat berat, mengingat banyak kasus anak yang sangat memprihatinkan, dan itu berarti anak tidak terlindungi.

Arist Merdeka yang baru pulang dari puncak perayaan Hari Anak Nasional di Semarang, langsung mendatangi lokasi diskusi di Sekretariat Batak Center dikawasan Tanah Abang Jakarta Pusat.

Johannes Marbun mewakili Batak Center, memberikan cinderamata kepada Arist Merdeka Sirait

Arist Merdeka mengungkapkan bahwa banyak kasus anak sebenarnya sudah masuk kategori kronis dan akut.

Pertama, krisis moral dan minus akhlak, sudah menjangkit kepada anak-anak, dimana dalam kasus-kasus kekerasan seksual anak tidak saja korban tetapi juga sebagai pelaku. Dari tingkat usia sebagai pelaku, juga sebagai korban, dari usianya semakin muda.

Kedua, lanjut Arist, perilaku jahat dan tidak mempunyai rasa belas kasih terhadap orang lain. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus kejahatan fisik yang dilakukan oleh anak dengan cara mengeroyok anak lain, bahkan dengan memakai senjata tajam yang mengakibatkan luka sampai meninggal dunia.

Ketiga, gaya konsumerisme dan keinginan anak yang tidak terkontrol. Contohnya adalah anak yang lahir di tengah keluarga kaya sejak dini sudah dijejali dengan barang-barang mewah yang sesungguhnya bukan merupakan kebutuhan anak. Hal ini membuat anak tidak ada kepekaan sosial dan egois.

Susi Rio Panjaitan, mengemukakan 21 kondisi yang dialami banyak anak Indonesia, dalam kategori masalah atau mengalami patologi sosial saat ini, seperti anak-anak merokok, mengkonsumsi minuman keras, narkoba, pergaulan bebas, hamil diluar nikah, adiksi gadget, flexing (pamer kekayaan di media sosial secara berlebihan), tidak memiliki sopan santun, daya juang rendah, dan korban kekerasan (bullying).

“Rumah harus menjadi tempat teraman dan ternyaman bagi anak,” tandas Susi.

Nasib Simarmata Ketua Umum LABB, mengatakan bahwa pemerintah dan negara mesti hadir menyelesaikan patologi sosial pada anak.

Lebih lanjut Nasib mengemukakan bahwa, pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, dapat berkolaborasi bersama NGO dan masyarakat.

“Selama ini program pemerintah baru sebatas ‘pemadam kebakaran’, artinya ada masalah baru dipadamkan. Karena itu, kita harus mendorong pemerintah untuk merumuskan hal-hal yang membuat anak-anak terhindar dari patologi sosial. Sebab anak-anak adalah aset bangsa yang menggantikan kita kelak,” terang Nasib.

Sementara itu, Parlin Sianipar pensiunan Kementerian PUPR, yang memutuskan menetap di Balige, terkejut dan trenyuh mengetahui adanya kasus-kasus kekerasan seksual anak didaerah Kawasan Danau Toba (KDT).

Parlin sangat mengetahui bahwa daerah KDT merupakan daerah religius, serta memegang teguh nilai-nilai adat budaya Batak, namun dirinya mengakui sangat terpukul banyak terjadi kasus pemerkosaan pada anak.

“Saya tak habis pikir, kok bisa terjadi kasus pemerkosaan Tulang terhadap berenya. Belum lagi kasus Opung dan Bapak yang memperkosa anak” ungkap Parlin.

Parlin menyampaikan catatan yang dimilikinya, bahwa pada periode Januari – Juni 2023, di KDT ada terjadi 17 kasus pemerkosaan.

“Itu berarti kalau dihitung rata-rata 2-3 kasus per bulan. Total sampai saat ini ada sekitar 75 kasus yang saya ikuti selama ini,” jelas Parlin.

Jerry H Sirait, Sekum DPN Batak Center

Sekretaris Umum Batak Center, Jerry RH Sirait, mengajak semua yang hadir, secara khusus LABB, untuk duduk bersama merumuskan persoalan dan solusi patologi sosial pada anak.
Pengujung diskusi, tercuat kesepakatan untuk menindaklanjuti pembahasan dengan membentuk Tim Kecil, sebagai bentuk keprihatinan Batak Center terhadap masalah patologi sosial pada anak, khususnya anak-anak pada daerah Kawasan Danau Toba. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*