
Media Trans – Pasca tindakan intoleransi yang dilakukan sejumlah orang terhadap kegiatan retreat anak-anak sekolah kristen, di suatu vila di Cidahu Sukabumi beberapa waktu lalu, dan Polri telah menahan sejumlah orang terduga pelaku, serta aksi penolakan pembangunan gedung gereja GBKP Depok Studio Alam di Jalan Palautan Eres, Kecamatan Cilodong, Kota Depok pada Sabtu, 5 Juli 2025, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengecam keras tindakan dan aksi bernuansa intoleran tersebut.
“Baru seminggu sebelumnya terjadi pembubaran kegiatan retret pelajar kristen di Sukabumi, ternyata peristiwa intoleransi kembali terulang, yakni di Depok. Pemerintah jangan anggap sepele dengan persoalan intoleransi ini,” tegas Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum DPP GAMKI, melalui keterangannya kepada mediatransformasi.com pada Rabu, 9 Juli 2025.
Sahat menjelaskan, berdasarkan informasi yang disampaikan pihak GBKP Studio Alam Depok, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah terbit pada 4 Maret 2025. Persyaratan pendirian rumah ibadah telah dipenuhi dengan jumlah jemaat lebih dari 90 orang, sertifikat tanah atas nama gereja, serta persetujuan lebih dari 60 warga setempat sesuai ketentuan.
Bahkan, lanjut Sahat, pihak Gereja telah berjanji menghibahkan sebagian tanah milik Gereja untuk memperlebar akses jalan dari 1,5 meter menjadi 5 meter demi kepentingan warga. Gereja juga akan membangun saluran air di belakang perumahan guna mengatasi pembuangan air warga yang selama ini ke area gereja.
“Jadi, semua persyaratan secara regulasi sudah dipenuhi. Gereja juga berkomitmen membantu persoalan masyarakat sekitar terkait jalan dan saluran air. Namun masih saja ada penolakan,” ujar Sahat.
GAMKI meminta negara hadir untuk memastikan konstitusi dijalankan, dengan menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi setiap warga negara, sebagaimana dijamin UUD 1945.
“Kami juga mempertanyakan bagaimana peran dari Menteri Agama Nasaruddin Umar? Selama beberapa bulan ini, GAMKI menunggu pernyataan dan tindakan tegas dari Menteri Agama terkait kasus-kasus intoleransi, tapi tidak ada terdengar responsnya di publik. Mungkin jeritan rakyat yang mengalami tindakan intoleransi ini belum terdengar oleh Bapak Menteri,” lanjut Sahat.
Sahat menyayangkan Menteri Agama tidak serius merespons kasus-kasus intoleransi, padahal persoalan ini terjadi antara lain karena adanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pendirian rumah ibadah.
“Kami ingat sekali pada bulan Desember 2024 lalu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan keprihatinan karena minimnya masjid di sepanjang Jalan Thamrin – Sudirman dan kawasan Pantai Indah Kapuk. Bahkan beliau menyatakan sudah berusaha untuk membangun masjid di PIK, sehingga akhirnya dibangun kompleks syariah seluas 30 hektare di kawasan itu,” jelas Sahat.
“Kami juga meminta beliau memberikan perhatian yang sama untuk bisa menyelesaikan persoalan pembangunan rumah ibadah di berbagai daerah. Para warga Gereja tidak meminta sampai 30 hektar, cukup sebidang tanah dan jaminan untuk bisa membangun Gereja dan beribadah dengan aman,” kata Sahat.
Menurut Sahat, jika Nasaruddin Umar tidak juga serius menyelesaikan kasus-kasus intoleransi ini, lebih baik nomenklatur Menteri Agama diubah saja menjadi Menteri Urusan Agama Islam.
“Jika Menteri Nasaruddin Umar tidak serius mengurus persoalan agama-agama lainnya, GAMKI sarankan kepada Bapak Presiden Prabowo untuk mengubah tugas, fungsi, dan nomenklatur beliau untuk fokus mengurus Agama Islam saja,” pungkas Sahat, yang juga mantan Ketua Umum PP GMKI.
GAMKI Bertemu Pimpinan Gereja Kristen Protestan di Bali
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) pada 8 Juli 2025, bertemu dengan Majelis Sinode Harian Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB), Ketua Umum Pdt. Si Bagus Herman Suryadi dan Sekretaris Umum Pdt. I Ketut Eddy Cahyana, di Kantor Sinode GKPB, Selasa, 8 Juli 2025.
Dalam pertemuan tersebut GAMKI dan Sinode GKPB membahas tentang rencana kerjasama, terkhusus dalam program pengembangan karakter dan kepemimpinan pemuda Kristen, persoalan intoleransi, advokasi terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, ketahanan pangan, serta beasiswa pendidikan untuk pemuda Gereja.
Kerjasama dengan Sinode GKPB sudah terjalin sejak beberapa tahun lalu, dimana pada tahun 2021, GAMKI membantu pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas, kerjasama antara Kementerian Tenaga Kerja, DPP GAMKI, dan Sinode GKPB.
Ketua Umum Sinode GKPB Pdt. Si Bagus Herman Suryadi menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kerjasama yang terjalin selama ini.
“Beliau mengharapkan ke depannya GAMKI dan Sinode GKPB dapat bekerjasama untuk mengembangkan karakter dan kepemimpinan para kader muda Gereja.
Sekretaris Umum GKPB Pdt. I Ketut Eddy Cahyana, yang juga Ketua DPD PIKI Provinsi Bali, mengajak GAMKI untuk berkolaborasi dalam program pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, bekerjasama dengan Universitas Dhyana Pura (Undhira), lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Sinode GKPB.
Direncanakan akan dilakukan kerjasama program antara Sinode GKPB, GAMKI, PIKI, dan Undhira pada beberapa bulan mendatang.
GAMKI Melaporkan Pelaku Kerusuhan Cidahu
Sementara itu, saat bertepatan dengan Hari Bhayangkara atau Hari Ulang Tahun ke-79 Polri, DPP GAMKI mendatangi Mabes Polri untuk berkoordinasi terkait kekerasan terhadap anak dalam pembubaran paksa ibadah retreat pelajar Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
DPP GAMKI mendesak Mabes Polri untuk fokus pada penanganan penegakan hukum terhadap pelaku tindakan persekusi yang korban diantaranya anak-anak sekolah peserta retreat di Sukabumi.
“Retreat yang harusnya menjadi sarana reflektif kontemplatif untuk tumbuh kembang remaja, justru menjadi kontraproduktif karena adanya kejadian ini. Yang terjadi justru trauma psikis karena persekusi sebab tidak adanya pengertian. Kami meminta agar Polri mengambil tindakan konkrit untuk melindungi hak-hak anak dan menegakkan hukum yang berlaku,” tandas Alan Singkali.
“Berdasarkan video yang beredar, anak-anak yang menjadi peserta retreat turut menjadi korban persekusi, sehingga memberikan dampak psikis. Oleh karena itu, kami mendesak Polri untuk memberikan perhatian khusus pada kasus ini dan mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi anak-anak” lanjut Alan.
”Kami sangat mengenal daerah Sukabumi yang toleran, karena diawal organisasi kami dibentuk pada dekade 50-60an, justru sering mengambil lokasi kegiatan pelaksanaan di daerah Sukabumi, baik untuk kongres, Bible Camp, Retreat dan lain-lain. Selama ini tidak ada persekusi atau gesekan apapun. Kami merasa berkewajiban membersamai para pelajar tersebut, karena sebagai Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, mereka adalah bagian dari kami,” tutup Alan. (DED)
Be the first to comment