Media Trans – Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat, akhir November 2025, tidak hanya menyebabkan kerusakan bangunan rumah, gedung dan berbagai fasilitas publik, tetapi juga menghancurkan banyak gedung sekolah, fasilitas dan sarana penunjang pendidikan. Bencana telah menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar di wilayah terdampak, menghambat akses belajar, serta berdampak pada kondisi psikologis siswa, guru, tenaga kependidikan, dan orang tua.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah bergerak dengan mendirikan tenda dan ruang belajar darurat, agar aktivitas pendidikan tetap berjalan meski sejumlah bangunan sekolah rusak berat akibat terjangan banjir bandang.
Berdasar keterangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) data terkait dampak banjir bandang yang menimpa wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) per 7 Desember 2025, sebanyak 2.798 satuan pendidikan rusak dengan tingkat yang beragam.
Selain itu, sebanyak 208 ribu siswa dan 19 ribu guru serta tenaga kependidikan (tendik) menjadi korban terdampak secara langsung. Kemendikdasmen menegaskan tiga kebutuhan utama dalam proses pemulihan pasca bencana.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa sejumlah bantuan langsung telah disalurkan ke provinsi terdampak. Total bantuan yang dikucurkan sebesar Rp 21,1 miliar untuk berbagai hal, yakni mendukung pelaksanaan pembelajaran darurat, penyediaan tenda kelas, pengadaan perlengkapan belajar, kegiatan dukungan psikososial, serta distribusi logistik pendidikan di area terdampak.
Kemendikdasmen juga tengah melakukan pengiriman tenda lainnya sebanyak 24 ke Aceh, 25 ke Sumut, dan 25 ke Sumbar.
“Untuk itu, mulai 8 Desember 2025, kami mengarahkan pelaksanaan pembelajaran darurat melalui berbagai pendekatan, termasuk pendirian ruang kelas sementara, penempatan siswa ke sekolah sekitar yang tidak terdampak, pengaktifan jadwal pembelajaran fleksibel, serta penggunaan modul pembelajaran kedaruratan,” jelasnya.
Penanganan Kemendikdasmen termasuk juga melakukan pendampingan pada guru dan relawan pendidikan guna membantu proses pembelajaran di tenda-tenda darurat.
Terkait kurikulum, Menteri mengemukakan ada kebijakan sementara terkait penanggulangan dampak bencana untuk satuan pendidikan. Pada kebijakan itu dijabarkan tentang fase kurikulum dalam fase tanggap darurat.
“Kita sudah ada kebijakan tentang penanggulangan dampak bencana untuk satuan pendidikan, tentang fase kurikulum dalam fase tanggap darurat untuk tiga bulan, 3 sampai 12 bulan, dan untuk 1 sampai 3 tahun, sudah ada skenario kurikulumnya yang sudah kami siapkan,” tandas Menteri Mu’ti.
Majelis Pendidikan Kristen Indonesia Galang Bantuan
Majelis Pendidikan Kristen Indonesia (MPK) sebagai lembaga yang menaungi 7.000 sekolah Kristen di seluruh Indonesia, sedang berkoordinasi dengan perwakilan MPK di setiap daerah untuk menyalurkan 100% donasi langsung kepada sekolah-sekolah yang terdampak, tanpa potongan apa pun. Seluruh proses penyaluran akan dilakukan secara transparan dan akuntabel, dan bantuan akan dibagikan secara proporsional sesuai tingkat kebutuhan di lapangan.
Bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah meninggalkan kerusakan yang besar. Ratusan korban jiwa meninggal dunia, ribuan keluarga kehilangan rumah, dan puluhan sekolah, termasuk sekolah-sekolah Kristen, mengalami kerusakan berat.
Ruang kelas terendam lumpur, buku dan peralatan belajar hilang, sarana prasarana hancur, guru-guru kehilangan tempat mengajar, dan banyak siswa terpaksa berhenti belajar karena tidak lagi memiliki ruang kelas yang layak.
“Hari ini, mereka membutuhkan bantuan nyata agar proses belajar dapat kembali berjalan. Kami mengajak Anda mengambil bagian. Mari bantu mereka bangkit dan kembali memiliki harapan” demikian keterangan MPK Indonesia dalam laman media sosialnya.
Untuk donasi bantuan sekolah terdampak banjir bandang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dapat dilihat disini. (DED)

Be the first to comment