Media Trans – Presiden Joko Widodo jelang akhir tahun 2020, dan masih pada masa pandemi Covid-19, telah melakukan pergantian 6 Menteri Kabinet Indonesia Maju, dan para Menteri baru tersebut telah diperkenalkan Presiden kepada publik pada Selasa (22 Desember 2020), serta melantik secara resmi di Istana Negara pada Rabu (23 Desember 2020), mereka adalah Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Perdagangan M Luthfi.
Latarbelakang para menteri baru tersebut, empat orang diantaranya berasal dari kalangan dunia usaha, yakni Sandiaga Uno, M. Luthfi, Budi Gunadi Sadikin, dan Sakti Wahyu Trenggono, sementara Tri Risma adalah mantan Walikota Surabaya, dan Yaqut Cholil anggota DPR RI periode 2019-2024, serta masih menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor.
Masuknya Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang pada Pilpres 2019 merupakan Cawapres dari Capres Prabowo Subianto, sekarang keduanya menjadi bagian dari Kabinet Presiden Joko Widodo, lalu Menteri Kesehatan yang dijabat bukan dari kalangan medis ataupun kedokteran, serta Ketua Umum GP Ansor menjadi Menteri Agama, tidak sedikit publik yang masih mempertanyakannya.
Dr. John N. Palinggi, MM., MBA pengamat sosial politik kepada mediatransformasi.com, kemarin Rabu (23 Desember 2020), mengemukakan bahwa menteri sebagai pembantu presiden, tidak harus dilihat siapa dan darimana, harus lebih banyak dipahami bahwa hal tersebut adalah kepentingan presiden dan pemerintahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan terkait bidang sektoral kementerian dimaksud.
“Pemilihan menteri-menteri yang sering diributkan selalu oleh masyarakat itu, sebetulnya tidak perlu diributkan, karena ini hal yang normal saja, karena setiap jabatan dinegara, didunia ini, kadang jabatan itu datang, kadang juga pergi, itu harus disadari, perginya kadang-kadang karena pelanggaran hukum, atau karena penggantian, itu biasa-biasa saja, tidak perlu dipikirkan terlalu dalam, karena pemilihan menteri pembantu presiden adalah orang-orang yang tentu sudah direkomendasi, terutama dari partai politik, kan ini mesti kerjasama dengan presiden di DPR, dan juga yang paling pokok adalah didalam penentuan menteri itu, Presiden memiliki hak prerogatif” lanjut John.
Rekrutmen setiap orang yang berbeda, adalah bagian dari merukunkan, menciptakan persatuan, stabilitas untuk mencapai tujuan pembangunan negara, pemilihan presiden tidak urusan membagi-bagikan jatah jabatan, tegas John yang juga Ketua Harian BISMA (Badan Interaksi Sosial Kemasyarakatan Antar Umat Beragama).
“Sekarang sebagai menteri, mereka harus menyesuaikan diri terhadap tampilan, baik hati, maupun tampilan harus nasionalis, harus mencakup semuanya, harus bisa merangkul” ulas John.
John menjelaskan lebih lanjut, bahwa seorang presiden merekrut menteri pembantu presiden, bukan pertimbangan dari segi senang-tidak senang, atau suatu prestasi, tidak seperti itu, pertimbangannya pasti orang tersebut mampu dan bisa bekerja sama dengan presiden.
Rekrutmen menteri-menteri baru oleh Presiden, pengharapan Presiden adalah para menteri dapat bekerja sama dengan dirinya, dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan Presiden, bukan yang ditetapkan oleh menteri, ataupun suatu organisasi kemasyarakatan.
“Secara keseluruhan melihat semua menteri yang baru, saya memiliki pengharapan yang besar, optimisme besar bahwa mampu memberikan kinerja yang optimal, nilai tambah yang besar, terhadap hal-hal yang diharapkan Bapak Presiden, dan saya yakin, dan percaya itu bisa dicapai dengan baik oleh para menteri baru tersebut. Pesan saya, upayakan, di bangsa ini yang sering menciderai tugas-tugas adalah orang-orang yang berasal dari pebisnis atau politisi, atau apapun, kemudian masuk menjadi menteri, sulit membedakan dirinya dan masih berkecimpung dalam bisnisnya pribadi, usahakan hal tersebut tidak dilakukan” jelas John Palinggi.
“Mereka harus mampu menselaraskan diri dengan garis-garis besar kebijakan Presiden, dan mengeksekusi dilapangan, menjalankannya, melaksanakannya itu tanpa cacat, jangan korupsi, itu yang paling pokok, jangan korupsi, tapi tujuan tercapai, efisiensikan uang negara, supaya mampu negara ini membangun, jadi jangan justru kementerian itu menjadi memboroskan uang negara, padahal kita sekarang membelanjakan uang pinjaman, harus efisien, tercapai, membawa nilai tambah, selesai berdasarkan garis-garis keputusan dan kebijakan presiden” pungkas John Palinggi. (DED)
Be the first to comment