Media Trans – Kementerian Kehutanan telah menutup sementara operasional PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) berdasar arahan Presiden RI Prabowo Subianto, dalam rangka audit mendalam terhadap kinerja perusahaan terkait bencana banjir bandang yang melanda Sumatera Utara belum lama ini
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyikapi penghentian sementara operasional PT TPL, mengambil sikap melakukan suspensi perdagangan saham PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) sejak Rabu, 17 Desember 2025.
Pengumuman BEI menjelaskan bahwa suspensi dilakukan karena ketidakpastian kelangsungan usaha perseroan, imbas penghentian operasional oleh pemerintah, yang tertuang dalam PP Akses Hasil Hutan oleh Kementerian Kehutanan.
GAMKI Dukung Langkah Pemerintah Evaluasi dan Tutup TPL
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Provinsi Sumatera Utara mendukung sikap tegas Gubernur Sumut Bobby Nasution yang menerbitkan surat rekomendasi penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada pemerintah pusat.
GAMKI juga mendukung langkah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menyegel dan menutup aktivitas PT TPL, termasuk 11 perusahaan lainnya.
Kemenhut menghentikan operasional perusahaan dan menangguhkan sementara akses penatausahaan hasil hutan pada wilayah perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Kemenhut akan melakukan audit dan evaluasi mendalam ke Toba Pulp Lestari atas dugaan menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan longsor di Sumatra Utara.
Ketua DPD GAMKI Sumut, Swangro Lumban Batu, S.T., M.Si., menyampaikan bahwa beberapa minggu lalu masyarakat Sumut menyampaikan aspirasi tutup PT TPL kepada Gubernur Bobby Nasution.
Gubernur Sumut berdiskusi dengan masyarakat/aliansi di kantor Gubernur dan mendengar keluhan terkait dugaan pelanggaran PT TPL. Tanpa berlama-lama, Gubernur langsung merespons dan merekomendasikan tutup PT TPL ke Pusat.
“Selama bertahun-tahun, Gubernur Sumut sebelumnya tidak berani mengeluarkan rekomendasi untuk menutup PT TPL. Namun, Gubernur Bobby berbeda. Beliau berani melawan kekuatan korporasi dan berpihak kepada suara rakyat serta tegaknya keadilan,” tegas Swangro.
Swangro menyampaikan bahwa kondisi ekologis saat ini sudah berada dalam titik kritis sehingga negara tidak boleh ragu menindak tegas setiap perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.
“Jika semua pemeriksaan, audit, dan penyelidikan mengonfirmasi bahwa TPL bersama perusahaan lainnya melanggar hukum dan merusak keselamatan masyarakat, maka tidak ada pilihan lain—TPL dan perusahaan perusak lingkungan lainnya harus ditutup permanen. Negara tidak boleh kalah oleh korporasi,” tegas Swangro.
Ia menilai bahwa kebijakan penghentian sementara operasional yang dilakukan Pemerintah Pusat harus diikuti penegakan hukum yang menyentuh akar masalah, termasuk aspek pidana lingkungan dan indikasi pencucian uang.
KLHK sebelumnya telah menyegel 11 entitas usaha, terdiri dari empat perusahaan besar dan tujuh perusahaan pemegang izin pemanfaatan hutan tanaman (PHAT). Pemeriksaan mencakup indikasi illegal logging, pelanggaran komitmen no-deforestation, hingga potensi tindak pidana lingkungan.
Swangro menegaskan bahwa GAMKI tidak menolak investasi maupun kehadiran industri, selama tetap berpijak pada hukum dan keadilan ekologis.
Ia menekankan bahwa dukungan terhadap penutupan permanen bukanlah sikap anti-ekonomi, tetapi bentuk keberpihakan pada masyarakat adat, keselamatan warga, dan kelestarian jangka panjang lingkungan hidup di Sumatera Utara.
“Kami tidak menolak investasi ataupun industri. Yang kami tolak adalah praktik yang merusak hutan, mengabaikan masyarakat adat, dan merampas masa depan anak-anak muda Sumut,” ujarnya.
GAMKI juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas lapangan kerja, namun dengan transisi industri yang adil dan tidak memindahkan beban krisis lingkungan kepada masyarakat kecil.
GAMKI mendorong audit menyeluruh yang transparan, pemulihan daerah aliran sungai, serta penataan ulang kawasan konsesi berbasis peta tematik yang sahih.
“Pemulihan Sumut dimulai dari keberanian menutup sumber kerusakan. Bila TPL terbukti menjadi salah satu sumber itu, maka penutupan permanen adalah jalan keadilan,” tegasnya.
GAMKI juga mengapresiasi sikap Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang selama menjabat tidak pernah menerbitkan izin atau melepaskan kawasan hutan di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat yang saat ini terdampak banjir.
“Pernyataan tegas Menteri Kehutanan menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat dan lingkungan. Kami dukung langkah audit dan evaluasi mendalam yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto,” pungkas Swangro. (DED)

Be the first to comment