Insiden Pembubaran Ibadah di Cikarang Berakhir Damai, GAMKI Minta Pemerintah dan Masyarakat Jamin Kebebasan Beribadah

Media Trans – Insiden pembubaran ibadah di rumah warga Kampung Rawa Sentul RT 01/RW 04 Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat telah diselesaikan dengan damai. Peristiwa terjadi pada hari Minggu (19/4) ini sempat menghebohkan media sosial dan menjadi perhatian publik di masa pandemi Covid-19.

Kapolres Metro Bekasi Kombes Hendra Gunawan menjelaskan bahwa tetangga yang mendatangi rumah warga saat beribadah hanya salah paham. Hendra menyebut kedua belah pihak sudah bertemu untuk dimediasi dan sepakat ke depannya akan meningkatkan jalinan komunikasi.

Menyikapi kejadian ini, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) meminta semua pihak menghormati dan menjalankan kesepakatan damai tersebut.

“Kami hari Senin lalu sudah datang ke Cikarang dan bertemu keluarga tersebut. Kami mengharapkan semua pihak menghormati kesepakatan damai. Termasuk yang sangat penting untuk dijalankan adalah jaminan kebebasan beribadah bagi siapapun, apalagi kondisi pandemi saat ini mewajibkan semua warga negara untuk beribadah di rumah masing-masing. Pemerintah hingga tingkat pemerintahan terbawah dan masyarakat harus menjamin kebebasan beribadah setiap orang di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Dr. Andriyas Tuhenay, M.Th, Ketua DPP GAMKI Bidang Hubungan Gereja dan Lembaga Keumatan, sebagaimana disampaikan Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Sinurat kepada mediatransformasi.com, pada hari Rabu (22 April 2020).

Andriyas mengingatkan bahwa sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah seharusnya setiap orang berusaha mewujudkan NKRI yang penuh dengan kedamaian. Terutama di saat adanya wabah Covid-19 ini, seharusnya semua umat beragama, suku, etnis, dan golongan saling bergandengan tangan untuk mengatasi Covid-19 sebagai musuh bersama.

“Wabah Covid-19 bukan hanya menyerang satu agama, ataupun satu suku saja, tapi menyerang semua orang tanpa pandang bulu. Kita semua, siapapun itu, berpotensi untuk terjangkit Covid-19. Karena itu kita seharusnya bersatu-padu, saling menjaga, bukannya justru terpecah-belah,” ujar Andriyas.

Andriyas menyayangkan di saat kondisi prihatin dan Indonesia membutuhkan persatuan, terjadi peristiwa di Cikarang, yakni pembubaran secara paksa sewaktu penghuni rumah sedang khusyuk menjalankan ibadah secara online, sebagaimana aturan pemerintah, dan peristiwa tersebut, lanjut Andriyas, bukan yang pertama kali terjadi.

“Kami mendengar bahwa sudah ada komitmen bersama untuk ke depannya keluarga bisa bebas beribadah di rumah sesuai dengan peraturan PSBB. Kita harus memastikan kejadian seperti ini tidak terulang di daerah lainnya. Hal ini penting, karena pasca peristiwa di Cikarang, kami sempat mendapat laporan dari beberapa daerah, ada warga yang menjadi takut menjalankan ibadah di rumah pada masa PSBB ini,” tegasnya.

Kepala Departemen Organisasi Kepemudaan dan Komunitas DPP GAMKI, Teofilus Tampubolon melihat insiden yang terjadi di Cikarang seharusnya bisa dicegah dan tidak muncul ke publik apabila perangkat pemerintahan di tingkat lurah, desa, rukun warga dan rukun tetangga serta aparat negara bisa proaktif dalam membangun komunikasi di antara masyarakat di suatu daerah.

“Ada ruang kosong yang harusnya diisi dan dijembatani oleh perangkat pemerintahan dan aparatur negara antara lain Bhabinkamtibnas, Babinsa, Ketua RT, Ketua RW, termasuk Kepala Desa dan Lurah. Jika ada kesalahpahaman ataupun potensi konflik yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila, seharusnya bisa diselesaikan di tingkatan akar rumput dan tidak harus menimbulkan gesekan-gesekan yang menyebar kemana-mana,” kata Teofilus.

Teofilus meminta kepada pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta pimpinan TNI dan Polri untuk memberikan pengarahan kepada perangkat pemerintahan, TNI, dan Polri di tingkat terbawah untuk proaktif menyelesaikan potensi konflik secara adil, damai, dan berlandaskan Pancasila. Apalagi di era teknologi informasi yang berkembang saat ini, lanjut Teofilus, peristiwa yang terjadi di suatu daerah bisa dengan cepat menyebar ke daerah lainnya dalam hitungan jam, bahkan menit.

“Kami mengharapkan pemerintah melalui Mendagri, Gubernur, Walikota, Bupati, Panglima TNI melalui Kasad dan Pangdam, serta Kapolri melalui Kabarhakam dan Kapolda di seluruh Indonesia untuk memberikan pemahaman dan pengarahan kepada perangkat pemerintahan, TNI, dan Polri di tingkat terbawah agar dapat bekerjasama dengan masyarakat dalam menyelesaikan potensi konflik demi terwujudnya perdamaian Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Teofilus.

GAMKI juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk proaktif menjaga kebersamaan dan kedamaian di tengah masyarakat.

“Kami mengajak semua elemen masyarakat, terkhusus para tokoh agama dan tokoh masyarakat agar dapat proaktif menjaga perdamaian dan persatuan di tengah masyarakat. Jika ada hal yang kurang berkenan, diselesaikan dengan dialog damai, bukan dengan kekerasan. Kita harus memiliki tenggang rasa, tepo seliro, ngaji rasa di antara sesama anak bangsa yang berbeda suku, agama, dan golongan agar kasus intoleransi tidak terjadi lagi di Indonesia,” pungkasnya. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*