Amerika Serikat Ungkap Sederet Catatan “Dosa” Perjanjian Dagang Dengan Indonesia

Media Trans – Amerika Serikat (AS) mengungkapkan sederet catatan mengenai untung-rugi perjanjian perdagangan dengan Indonesia. RI dinilai memiliki banyak hambatan bagi perjanjian perdagangan mereka.

Catatan tersebut tertuang dalam dokumen ‘2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers of the President of the United States on the Trade Agreements Program‘, yang diterbitkan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat, demikian rilis dalam Bloomberg Technoz 20 April 2025.

Salah satu yang disoroti, AS menilai para pemangku kepentingan di negaranya menyampaikan kekhawatiran, sepanjang 2024 penerapan tarif Indonesia melebihi tarif yang ditetapkan WTO untuk kategori produk teknologi informasi dan komunikasi tertentu.

Paman Sam juga menyoroti selama satu dekade terakhir, Indonesia dinilai sangat progresif meningkatkan tarif yang diterapkan pada berbagai barang, terutama yang bersaing dengan produk yang diproduksi secara lokal.

Kebijakan ini juga termasuk produk elektronik, mesin penggilingan, bahan kimia, kosmetik, obat-obatan, anggur dan minuman beralkohol, kawat besi dan paku kawat, dan berbagai produk pertanian.

“Di sektor pertanian, 99% produk ditetapkan di atas 25 persen, yang mencerminkan pendekatan proteksionis Indonesia di bidang-bidang ini,” tulis catatan tersebut.

AS juga mengkritisi keberadaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2024 membebaskan bea masuk untuk kendaraan listrik dalam bentuk utuh (CBU) dan terurai (CKD) jika produsen kendaraan listrik membangun atau berinvestasi di fasilitas produksi kendaraan listrik roda empat di Indonesia.

Kinerja Pajak RI yang Rumit

AS turut mengungkapkan para pemangku kepentingan AS terus menyampaikan kekhawatiran tentang proses penilaian pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kekhawatiran tersebut meliputi: proses audit yang tidak transparan dan rumit; denda yang besar untuk kesalahan administratif; mekanisme sengketa yang panjang; dan kurangnya preseden hukum dalam Pengadilan Pajak.

Pihak pajak cukai Indonesia, dalam catatan tersebut, saat ini mengenakan tarif pajak cukai yang lebih tinggi pada minuman beralkohol impor daripada minuman beralkohol domestik. Untuk minuman dengan kadar alkohol antara 5% dan 20%, tarif pajak cukai 24% lebih tinggi untuk produk impor dibandingkan dengan produk domestik.

“Untuk minuman dengan kadar alkohol lebih tinggi (antara 20 persen dan 55 persen), pajak cukai 52% lebih tinggi untuk produk impor dibandingkan dengan produk domestik,” tulis laporan tersebut.

AS juga menyoroti Peraturan Menteri Keuangan No. 41/2022, yang berlaku mulai 1 April 2022 dan menambah jumlah barang impor yang dikenakan pembayaran di muka pajak penghasilan pada saat impor berdasarkan Pajak Penghasilan Pasal 22.

Peraturan tersebut menambahkan kode HS untuk 716 kategori barang impor yang dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 10% dari nilai transaksi. Peraturan tersebut mencantumkan 1.188 kode HS yang dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 7,5% dan tujuh kode HS dengan pajak penghasilan dengan tarif 0,5%.

“Para pemangku kepentingan telah menyuarakan kekhawatiran bahwa proses klaim pengembalian kelebihan pajak penghasilan yang dibayar di muka pada saat impor dapat memakan waktu bertahun-tahun dan upaya yang cukup besar,” tulis laporan.

Perizinan Impor

AS menilai sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi hambatan non-tarif yang signifikan bagi bisnis AS. AS menuding Indonesia memiliki persyaratan perizinan impor yang tumpang tindih yang menghambat akses pasar.

AS mengungkapkan para pemangku kepentingan telah menyatakan kekhawatiran mengenai kurangnya konsultasi dari Pemerintah Indonesia tentang kebijakan perluasan penerbitan impor. Tudingan ini menyoroti keberadaan Peraturan Presiden No. 61/2024 (yang menggantikan Peraturan Presiden No. 32/2022) tentang kebijakan keseimbangan komoditas.

Kebijakan ini awalnya diterapkan untuk izin impor tahun 2022 untuk lima komoditas (gula, beras, ikan, daging, dan garam) pada akhir tahun 2021. Kebijakan tersebut diperluas pada tahun 2023 untuk mencakup 19 produk tambahan, termasuk beberapa produk nonpertanian. Pada awal tahun 2025, kebijakan tersebut diperluas untuk mencakup bawang putih, dan pemerintah bermaksud untuk mencakup apel, anggur, dan jeruk pada tahun 2026.

“Tantangannya sangat besar di awal setiap tahun kalender, ketika perusahaan diharuskan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap peraturan baru atau yang direvisi yang dikeluarkan dengan sedikit atau tanpa peringatan,” tulis laporan tersebut.

AS juga menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023, yang berlaku efektif 10 Maret 2024, menetapkan persyaratan untuk mendapatkan persetujuan impor untuk hampir 4.000 kode HS. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, importir harus mengungkapkan sejumlah besar data komersial dan, untuk produk tertentu, memperoleh “Persetujuan Teknis” tambahan dari pemerintah.

“Sebagai sesuatu yang memberatkan,” tulis laporan tersebut.

AS juga menyoroti  Peraturan Menteri Perhubungan 36/2023 sebagai penyebab penumpukan peti kemas di pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia pada awal Mei 2024.

“Indonesia kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan 8/2024 pada 17 Mei 2024, yang menghapus persyaratan “Persetujuan Teknis” dan melonggarkan perizinan impor untuk sebagian besar produk. Namun, Peraturan Menteri Perhubungan 36/2023 tetap berlaku untuk produk besi dan baja, ban, dan bahan kimia hulu lainnya, serta beberapa produk berbasis tekstil (misalnya, masker medis),” tulis laporan.

Impor Pangan Berbelit

Indonesia, dalam pandangan A  menerapkan rezim perizinan yang rumit dan memberatkan untuk impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan. Pada tahun 2013, Amerika Serikat menentang pembatasan Indonesia berdasarkan prosedur penyelesaian sengketa WTO karena Indonesia berulang kali gagal menanggapi kekhawatiran Pemerintah AS.

AS menyoroti Peraturan Menteri Pertanian Nomor 5 Tahun 2022 yang menegaskan kewajiban untuk memiliki Rekomendasi Impor bagi 29 produk hortikultura impor. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, tidak memuat ketentua bahwa izin impor akan diterbitkan berdasarkan data permintaan dan penawaran yang tersedia, jika neraca komoditas untuk suatu produk tertentu belum ditentukan.

“Dalam praktiknya, hal ini dapat membatasi lisensi impor berdasarkan persyaratan peraturan lainnya, termasuk persyaratan surat yang menyatakan ketersediaan fasilitas penyimpanan dingin yang memadai, bukti pengendalian gudang berpendingin (cold storage), dan rencana distribusi atau rencana produksi.”

Hambatan Bea Cukai

Perusahaan-perusahaan AS disebut selalu melaporkan tantangan dengan praktik bea cukai Indonesia, khususnya terkait penilaian bea masuk. Pejabat bea cukai Indonesia, dalam laporan tersebut, sering kali mengandalkan jadwal harga referensi daripada menggunakan nilai transaksi sebagai metode penilaian utama.

“Sebagaimana disyaratkan oleh Perjanjian Penilaian Bea Cukai (CVA) WTO. Lebih jauh, eksportir AS melaporkan penentuan penilaian yang berbeda di berbagai wilayah untuk produk yang sama.”

Selain itu, AS juga menyoroti Peraturan Menteri Keuangan yang mewajibkan verifikasi pra-pengiriman oleh perusahaan yang ditunjuk untuk berbagai macam produk, ini termasuk elektronik; tekstil dan alas kaki; mainan; produk makanan dan minuman; dan, kosmetik.

“Hingga 31 Desember 2024, Indonesia belum memberitahukan tindakan ini kepada WTO sesuai dengan Perjanjian WTO tentang Pemeriksaan Pra-Pengiriman.’

Pengujian Barang Impor

AS menyoroti Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/2013, sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/2013 dan No. 29/2018, mengharuskan mainan impor diuji oleh laboratorium yang memiliki perjanjian pengakuan bersama (MRA) dengan salah satu lembaga sertifikasi produk Indonesia.

Amerika Serikat tidak mengetahui adanya MRA, sehingga mainan impor harus menjalani pengujian wajib di Indonesia untuk memperoleh sertifikasi.

“Para pemangku kepentingan AS telah menyatakan kekhawatiran tentang frekuensi pengujian yang diskriminatif berdasarkan peraturan ini.”

Produk Halal

Para pemangku kepentingan AS khawatir bahwa Indonesia telah menyelesaikan banyak peraturan mengenai produk halal, sebelum memberitahukan rancangan peraturan tersebut kepada WTO dan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan, sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Perjanjian WTO tentang Hambatan Teknis Perdagangan.

Seperti diketahui, RI terus mengembangkan aturan mengenai produk halal. AS memahami saat ini RI masih verdasarkan Undang-Undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal wajib bagi makanan, minuman, farmasi, kosmetik, alat kesehatan, produk biologi, produk rekayasa genetika, barang konsumsi, dan produk kimia yang diperjualbelikan di Indonesia.

“Memang, selama lima tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan pola untuk memberitahukan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Halal kepada WTO hanya setelah peraturan tersebut mulai berlaku.”

Kinerja BPOM

Kantor Dagang AS menyebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia menetapkan persyaratan pengujian logam berat dalam kosmetik dalam Peraturan No. 12/2019, yang menggantikan Peraturan No. 17/2014. Surat Edaran BPOM tahun 2016 lebih lanjut memperjelas persyaratan ini, dengan mengamanatkan agar persyaratan tersebut dipenuhi melalui sertifikat analisis, yang berlaku selama satu tahun.

“Dalam praktiknya, meskipun sertifikat tersebut berlaku selama satu tahun, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia mengharuskan setiap pengiriman disertai dengan pengujian yang terpisah dan berbeda,” tulis laporan tersebut.

TKDN

AS mengaku memahami Indonesia memberikan kesempatan untuk mendorong pengadaan dalam negeri dan memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam pengadaan pemerintah. Namun, AS tetap memandang ini sebagai sebuah hambatan.

Seperti diketahui, Indonesia memerintahkan kementerian/lembaga, dan perusahaan pemerintah untuk memanfaatkan barang dan jasa dalam negeri semaksimal mungkin. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden No. 54/2010 (sebagaimana diubah dengan Peraturan No. 12/2021) dan Nomor 38/2015. Kedua peraturan tersebut memberikan persyaratan minimum 40% untuk produksi dalam negeri (tingkat komponen dalam negeri/TKDN)

“Meskipun kerangka regulasi ini berupaya untuk meningkatkan peluang bagi industri lokal, kerangka tersebut juga menimbulkan tantangan, memenuhi kewajiban kompensasi yang rumit agar dapat berpartisipasi di pasar Indonesia.”

QRIS

QRIS merupakan metode pembayaran yang saat ini berlaku di Indonesia. AS menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, mencatat kekhawatiran bahwa selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI, pemangku kepentingan internasional tidak diberi tahu tentang sifat perubahan potensial.

“Atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka tentang sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi dengan paling lancar dengan sistem pembayaran yang ada.”

Seperti diketahui. QRIS ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai standar nasional untuk seluruh transaksi menggunakan QR code di Indonesia melalui Peraturan BI No 21/2019.

“Para pemangku kepentingan telah menyatakan kekhawatiran mengenai kurangnya konsultasi BI sebelum menerbitkan peraturan.” tulis laporan tersebut.

Layanan Kesehatan

AS juga menyoroti beratnya aturan RI di layanan kesehatan. Peraturan sektoral yang bermasalah, tulis AS, masih berlaku di sektor perawatan kesehatan, termasuk peraturan yang mengharuskan rumah sakit milik asing untuk memiliki lebih banyak tempat tidur rawat inap daripada yang diwajibkan untuk rumah sakit dalam negeri.

Layanan Telekomunikasi

AS menilai RI mengeluarkan sejumlah langkah yang mempersulit impor produk yang dilengkapi seluler dan Wi-Fi. Berdasarkan Peraturan Kementerian Perhubungan 36/202 sebagaimana telah diubah, terakhir kali diubah oleh Peraturan Kementerian Perhubungan 8/2024, importir diharuskan menjadi importir terdaftar untuk menjual langsung ke pengecer atau konsumen.

Agar memenuhi syarat untuk mendapatkan lisensi impor Kementerian Perhubungan, Indonesia mengharuskan importir untuk memberikan bukti kontribusi terhadap pengembangan industri perangkat dalam negeri atau bukti kerja sama dengan perusahaan manufaktur, desain, atau penelitian dalam negeri.

“Para pemangku kepentingan industri mengeluh bahwa butuh waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan keputusan atas permintaan lisensi.”

Hambatan Investasi

AS juga menyebut hambatan pada Peraturan Presiden No. 10/2021, sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 49/2021, meliberalisasi investasi asing di Indonesia dengan mencabut Daftar Negatif Investasi 2016 tetapi mengidentifikasi sektor-sektor tertentu yang tetap tunduk pada pembatasan kepemilikan asing.

Investasi asing dibatasi hingga 49% untuk perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan surat kabar dan majalah, layanan pos, dan transportasi udara, darat, dan laut. Investasi asing dibatasi hingga 20% untuk pemasok layanan penyiaran dan pemasok layanan keuangan tertentu. Investasi asing dilarang untuk kegiatan tertentu seperti pengolahan ikan dan pembuatan kapal.

Selain itu, sektor dan kegiatan yang terbuka bagi 100% kepemilikan asing pasca pencabutan Daftar Negatif Penanaman Modal masih dapat dikenakan pembatasan dan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian terkait. PP No. 96/2021 sebagaimana diubah dengan PP No. 25/2024 mewajibkan perusahaan asing yang memperoleh izin pertambangan untuk melepaskan 51 persen kepemilikannya kepada kepemilikan Indonesia.

 

“Perusahaan pertambangan asing tanpa fasilitas pengolahan terpadu memiliki waktu 15 tahun untuk melepaskan, sedangkan perusahaan dengan fasilitas pengolahan terpadu memiliki waktu 20 tahun untuk melepaskan.”

 

Korupsi di RI

Meskipun Pemerintah Indonesia dan KPK menyelidiki dan mendakwa kasus-kasus korupsi besar, AS menyebut banyak pemangku kepentingan terus memandang korupsi sebagai hambatan signifikan untuk berbisnis di Indonesia.

 

“Hambatan lain terhadap perdagangan dan investasi meliputi: koordinasi yang buruk dalam Pemerintah Indonesia; lambatnya perolehan lahan untuk proyek pembangunan infrastruktur; penegakan kontrak yang buruk; kerangka peraturan dan hukum yang tidak pasti; penilaian pajak yang tidak konsisten; dan kurangnya transparansi dalam pengembangan undang-undang dan peraturan.”

 

AS menyebut para pemangku kepentinganyang mencari bantuan hukum dalam sengketa kontrak telah melaporkan bahwa mereka sering dipaksa untuk mengajukan gugatan balik yang tidak sah dan telah menyuarakan kekhawatiran yang berkembang tentang kriminalisasi sengketa kontrak.

 

Konten Lokal

Indonesia memberlakukan sejumlah persyaratan konten lokal pada teknologi informasi dan komunikasi tertentu untuk menjual produk tersebut di Indonesia. Perangkat yang mendukung 4G-LTE harus mengandung 35% konten lokal dan stasiun pangkalan 4G-LTE harus mengandung 40% konten lokal; peralatan yang digunakan dalam layanan pita lebar nirkabel tertentu harus mengandung konten lokal minimal 30% untuk stasiun pelanggan dan minimal 40% untuk stasiun pangkalan; semua peralatan nirkabel harus mengandung 50% konten lokal; dan TV dan dekoder tertentu harus mengandung setidaknya 20% konten lokal. Selain itu, ada persyaratan konten lokal untuk perangkat multiplexing pembagian panjang gelombang dan jaringan protokol internet.

 

“Persyaratan ini membatasi kemampuan perusahaan AS untuk menjual berbagai produk telekomunikasi dan elektronik di pasar Indonesia. Amerika Serikat terus menekan Indonesia untuk menghapus hambatan ini.” tulis laporan tersebut.

 

Pemalsuan Merek Dagang

AS menyebut Indonesia tetap berada dalam Priority Watch List in the 2024 (Daftar Pantauan Prioritas). Meskipun Indonesia baru-baru ini telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan hukum kekayaan intelektual (HKI), termasuk memperluas gugus tugas penegakan hukum HKI dan meningkatkan upaya untuk mengatasi pembajakan daring.

 

“Masih ada kekhawatiran yang signifikan. Pembajakan hak cipta dan pemalsuan merek dagang yang meluas (termasuk daring dan di pasar fisik) merupakan kekhawatiran utama.”

 

AS secara gamblang menyebut Pasar Mangga Dua di Jakarta terus tercantum dalam Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan Tahun 2024 (Daftar Pasar Terkenal), bersama dengan beberapa pasar daring Indonesia.

“Kurangnya penegakan hukum masih menjadi masalah, dan Amerika Serikat mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas penegakan hukum HKI guna meningkatkan kerja sama penegakan hukum di antara lembaga penegak hukum dan kementerian terkait.” pungkas catatan AS. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*