Media Trans – Pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 757,8 triliun untuk sektor pendidikan pada 2026. Anggaran tersebut tembus 20% dari total belanja negara yang direncanakan pemerintah di tahun 2026, itu naik 9,8% dari outlook anggaran tahun 2025 sebesar Rp. 690 triliun.
Adapun alokasi anggaran tersebut dibagi ke dalam tiga fokus utama penerima manfaat langsung yaitu siswa/mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana-prasarana dan operasional pendidikan.
Majelis Pendidikan Kristen Indonesia pada hari Selasa, 18 November 2025, pagi hingga siang mengadakan Webinar Nasional membahas anggaran pendidikan, yakni dengan topik “Tata Kelola dan Postur Anggaran Pendidikan Di Masa Mendatang”
Webinar menghadirkan narasumber berkompeten dan memiliki pengalaman luas dalam bidang pendidikan dan kebijakan publik:
- Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP – Ketua Komisi X DPR RI, yang memimpin pembahasan RUU Sistem Pendidikan Nasional.
- Handi Irawan D., MBA., M.Com – Ketua Umum MPK
- Amich Alhumami, M.A., M.Ed., Ph.D – Anggota Dewan Pendidikan Tinggi
- Yeremia Dwi H – Analis Kebijakan, Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan.
Webinar dipandu oleh Moderator Dr. Chandra Situmeang, CA., CPA.CRMP (Bidang V MPK : Kebijakan Pendidikan).
Hadir ratusan perwakilan Anggota Yayasan Sekolah Kristen, Dirpel/Kepala Sekolah/Guru, GUKI, Lembaga Pelayanan Kristen/Sinode/Gereja, Seluruh praktisi dan pemerhati pendidikan dari berbagai daerah, termasuk jajaran pengurus MPK dan MPKW.
Webinar bertujuan memberikan informasi mendalam mengenai postur anggaran pendidikan pemerintah, yang menjadi acuan penting bagi sekolah-sekolah Kristen dalam merencanakan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Topik yang akan dibahas mencakup isu-isu strategis, seperti dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait sekolah gratis, Dana BOS, PAUD, PIP, serta kebijakan pendanaan pendidikan lainnya.
“Webinar ini menjadi momen penting bagi para pemangku kepentingan pendidikan untuk memahami arah kebijakan dan anggaran pendidikan, sekaligus berdiskusi mengenai tantangan dan peluang ke depan,” kata Handi Irawan D., Ketua Umum MPK.
Anggota Dewan Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek Amich Alhumami, dalam paparannya menegaskan bahwa anggaran pendidikan sebaiknya hanya digunakan untuk Kementerian pengampu utama pendidikan, yaitu:
- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah;
- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; dan
- Kementerian Agama;
“Hal ini penting dilakukan mengingat ada kebutuhan anggaran yang sangat besar untuk pelaksanaan Wajib Belajar 13 Tahun serta adanya tuntutan pendidikan dasar gratis untuk satuan pendidikan negeri maupun swasta” ujar Amich.
Amich juga menyoroti bahwa belum banyak APBD yang memenuhi anggaran pendidikan 20%.
“Kemampuan Pemerintah Daerah dalam Memenuhi Anggaran Pendidikan 20% (Tanpa Transfer Daerah) hanya 2 dari 34 Provinsi (5,88%) yang mengalokasikan anggaran pendidikan 20% APBD (di luar dana transfer daerah), yaitu Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah. Hanya 2 dari 514 Kabupaten/Kota (0,39%) yang mengalokasikan anggaran pendidikan 20% (di luar dana transfer daerah), yaitu Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Gresik. Pemenuhan ketentuan anggaran pendidikan di daerah sebesar minimal 20% dalam APBD masih tergantung pada APBN melalui dana transfer daerah (DAU, DAK Fisik dan Non-Fisik).” jelas Amich.
Lebih lanjut Amich menyoroti pada sebagian besar daerah, dengan bertambahnya alokasi anggaran pendidikan dari dana transfer ke daerah (APBN), ada tendensi mengurangi alokasi APBD murni (PAD) dalam memenuhi ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20%. DKI Jakarta termasuk provinsi yang belum menerapkan anggaran pendidikan 20%.
“Alokasi anggaran pendidikan pada 6 Provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Maluku Utara, Kalimantan Timur, Papua, dan Papua Barat belum memenuhi 20% dari total belanja daerah. Untuk itu, Pemerintah Provinsi setempat harus mengupayakan secara terus menerus dan konsisten mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sekurang-kurangnya sebesar 20% dari total belanja daerah.” ungkap Amich.
“Padahal, SPM Bidang Pendidikan yang WAJIB dipenuhi oleh Pemerintah Daerah belum sepenuhnya tercapai.” ujar Amich.
Amich juga menjelaskan tentang adanya Dana Abadi Pendidikan (DAP) yang dikelola LPDP. “Posisi saat ini Dana Abadi LPDP ($10B setara Rp. 154, 11 T). Pada 26 Maret 2024 telah dicairkan DAP sebesar Rp. 15 T. Berdasarkan PP No. 111 Tahun 2021 tentang DA di Bidang Pendidikan, LPDP ditetapkan sebagai pengelola DA di Bidang pendidikan yang mengelola: Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Penelitian, Dana Abadi Perguruan Tinggi, dan Dana Abadi Kebudayaan”.
Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menjelaskan perubahan dalam pembahasan RUU Sisdiknas terkait dengan anggaran pendidikan dan putusan MK.
“RUU Sisdiknas akan menegaskan anggaran pendidikan hanya untuk layanan pendidikan umum, termasuk gaji pendidik dan kebutuhan satuan pendidikan, sementara pendidikan kedinasan sepenuhnya dibiayai oleh K/L penyelenggaranya. Dalam Revisi UU Sisdiknas, Pendidikan Dasar tanpa dipungut biaya akan diwujudkan melalui kebijakan Wajib Belajar 13 Tahun (PAUD hingga SMA/SMK) yang sepenuhnya dijamin oleh negara, termasuk seluruh kebutuhan pembiayaannya”. ujar Hetifah.
Hetifaf menjelaskan bahwa “Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 Junto PP No. 18 Tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan merinci sumber pendanaan pendidikan dari pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat serta mekanisme pengalokasiannya. PP 18/2022 telah menempatkan Kementerian Bidang Pendidikan sebagai chief of financial officer anggaran pendidikan, namun realitasnya belum berlangsung secara maksimal. RUU Sisidiknas akan memperkuat posisi Kementerian Pendidikan sebagai lead institution dalam tata kelola anggaran pendidikan nasional.”
Lebih lanjut Hetifah menyampaikan “Undang-Undang APBN (tiap tahun) mendefinisikan Anggaran Pendidikan dan menetapkan alokasi anggaran pendidikan secara spesifik berdasarkan 20% dari total belanja negara. RUU Sisdiknas diarahkan untuk mereformulasi definisi, postur, dan mekanisme distribusi anggaran pendidikan dalam APBN agar lebih transparan, terukur, dan tepat sasaran. Terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam komponen postur anggaran pendidikan dan definisi “anggaran pendidikan” yang “tidak baku” dalam UU APBN dari tahun ke tahun. Ketidakseragaman definisi tersebut menimbulkan implikasi serius. Dalam praktiknya, terjadi perluasan pos distribusi anggaran fungsi pendidikan ke berbagai kementerian dan lembaga yang sebenarnya tidak memiliki kewenangan langsung dalam urusan pemerintahan di bidang pendidikan”.
3 Isu Penting Ketua Umum MPK Handi Irawan
Handi Irawan menyampaikan 3 isu penting, yakni : Pasca Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 (27 Mei 2025), Wajib Belajar 13 Tahun, dan Mendorong Terwujudnya BOS Berkeadilan.
Pasca putusan MK tentang sekolah gratis, Handi mengemukakan bahwa : perlu Paradigma baru untuk fokus pada anggaran Pendidikan, menjadi Momentum perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia, dan Arah baru terhadap strategi peta jalan Pendidikan Indonesia untuk jangka panjang.
Handi juga menyoroti tentang adanya perluasan wajib belajar menjadi 13 tahun.
“Terjadi perluasan wajib belajar yang dimulai dari jenjang PAUD, sehingga wajib belajar yang semula 12 tahun menjadi 13 tahun, namun hanya 64.8% anak kelas 1 SD yang pernah menempuh PAUD (Sumber: Susenas BPS)” ujar Handi yang juga Anggota juga Ketua Komisi Riset, Pengembangan, dan Inovasi Dewan Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek.
Handi menandaskan bila kebijakan wajib belajar 13 tahun diimplementasikan, maka MPK bersama sekolah kristen perlu melakukan persiapan :
- Sekolah Kristen perlu cepat membangun banyak PAUD.
- Akan banyak Guru PAUD sekolah Kristen yang pindah ke PAUD Negeri atau Swasta yang memberi kompensasi yang lebih baik.
- Mempersiapkan guru PAUD Kristen yang berkualitas dengan panggilan yang kuat.
- Gereja perlu mendukung gerakan ini, karena gedung gereja bisa menjadi tempat pembelajaran PAUD.
- MPK sudah mempersiapkan kurikulum PAUD sekolah Kristen.
Handi selain membahas wajib belajar 13 tahun, juga menyuarakan BOS Berkeadilan.
“MPK mendorong terwujud BOS yang berkeadilan, lebih memihak daerah 3T” tandas Handi.
Yeremia Analis PSPK mengemukakan bahwa belum efektifnya alokasi anggaran pendidikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan. Isu daya tampung yang masih kurang, termasuk APK/APM prasekolah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi masih dibawah 50%. Capaian kualitas pendidikan Indonesia juga masih belum optimal.
Lebih lanjut Yeremia menyampaikan rekomendasi PSPK mengenai pengaturan Anggaran Pendidikan dalam RUU Sisdiknas:
- Penetapan alokasi anggaran pendidikan perlu dilakukan secara efektif dan efisien melalui pembahasan antara menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, perencanaan dan keuangan negara perlu ada rencana dan prioritas penggunaan anggaran pendidikan (penetapan dokumen teknokratik kebijakan anggaran pendidikan).
- Mengatur mandatory spending pada pemerintah daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); menghindari double accounting pada anggaran pendidikan dana transfer pusat ke daerah.
- Penjabaran atas prinsip pengelolaan dana pendidikan: Keadilan, Efisiensi, Transparansi, dan Akuntabilitas Publik perlu dijabarkan lebih jelas, agar berbagai kebijakan/program mengedepankan prinsip-prinsip tersebut.
- Mengakomodasi berbagai hasil judicial review MK terhadap UU Sisdiknas, termasuk pendanaan pendidikan peserta didik pada seluruh satuan pendidikan (negeri/swasta).
Partisipasi dalam webinar ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman para pendidik, pengelola sekolah, dan masyarakat terkait arah pengelolaan pendidikan nasional di Indonesia. (DED)

Be the first to comment