Banjir Jakarta, Ada Aroma Korupsi Mega Proyek Kemen PUPR

Media Trans, Dampak banjir yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya, ternyata tidak hanya menimbulkan masalah ataupun kerugian bagi masyarakat dan pemerintah, bahkan belakangan mencuat wacana pengajuan gugatan publik secara hukum kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies R. Baswedan, yang dianggap bertanggung jawab atas banjir yang terjadi (class action/citizen law suit), tetapi juga ada aroma korupsi mega proyek Kemen PUPR.

Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), kepada Media Trans hari ini, melalui layanan perpesan WA, mengkonfirmasi bahwa penyebab terjadinya banjir, tidak hanya faktor alam, ataupun kebijakan Pemda yang tidak becus, ternyata juga faktor masalah mega proyek Kemen PUPR “Pembangunan Embung Gedebage”.
Jajang dalam rilis yang diterima Media Trans, mengatakan terjadi penggelembungan anggaran mega proyek Kemen PUPR untuk penanganan banjir,  pembangunan Embung Gedebage.
“Agar masyarakat tidak terbawa silogisme sesat, bahwa banjir salah si Gubernur anu, salah pemerintah anu, Center for Budget Analysis CBA mengungkapkan salah satu faktor penentu dari bencana banjir ini, bukan hujan, melainkan Mega Proyek Kemen PUPR, yang seharusnya mengantisipasi banjir, malah dijadikan bancakan oleh oknum Kemen PUPR” ungkap Jajang.
Lebih lanjut Jajang menjelaskan, proyek yang dimaksud adalah Pembangunan Embung Gedebage, yang menjadi tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai Citarum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kemen PUPR.
Jajang mengungkapkan, bahwa perusahaan yang dimenangkan Kemen PUPR adalah PT Hidup Indah Berkah, beralamat di Jl. Kol. Iman Soeprapto T Jakrajoedha No.14 RT:006 RW:003, Bulusan Tembalang, Semarang, dengan nilai kontrak yang disepakati Rp.85.843.734.000, dan mulai dikerjakan 26 Juli 2017 melalui kontrak tahun jamak, karena masa kerjanya 524 hari,
harus selesai 31Desember 2018.
Adapun temuan CBA dalam mega proyek ini adalah:
1. Ada perubahan kontrak yang dilakukan Kemen PUPR dan PT HIB pada 14 Februari 2018. Masalahnya adalah nilai kontrak tiba-tiba melambung seperti air bah menjadi sebesar Rp.94.170.570.000. Kenaikan nilai proyek semakin tidak rasional, perlu dicatat pada saat lelang angka penawar terendah dikisaran Rp 76,7 m.
2. Meskipun ada beberapa pekerjaan yang belum selesai Kemen PUPR membayar penuh seperti “buru-buru”. Contohnya pekerjaan buangan hasil galian sejauh 4.000 sampai 5.000 m, dan pekerjaan timbunan tanah.
3. Terdapat pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi di kontrak yakni pekerjaan Sub Base, dan pekerjaan Base Course.
CBA menilai proyek pembangunan Embung Gedebage melanggar beberapa aturan, seperti 1. Surat Perjanjian Kontrak. 2. Perpres No. 54 tahun 2010 (dan
perubahaannya) sebagaimana pasal 6 point (f) tentang etika yang menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran uang negara. 3. PP No. 45 tahun 2013 tentang tatacara pelaksanaan APBN. 4. UU No. 01 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara.
Berdasar temuan CBA tersebut, ujar Jajang, berakibat proyek pembangunan Embung Gedebage berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 17,7 miliar.
Berdasarkan catatan di atas, jelas Jajang, CBA meminta Presiden,
agar bertindak tegas memecat Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, selaku Kuasa Penggunaan Anggaran, dan KPK segera membuka penyelidikan serta memeriksa PPK ULP terkait, dan memanggil menteri PUPR Basuki untuk dimintai keterangan.
CBA rencananya akan melaporkan kasus Embung Gedebage, pada hari Senin 27 Januari 2020, pungkas Jajang. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*