Media Trans – Wacana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke wilayah Kalimantan Timur, yakni antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, setelah berjalan selama 2,5 tahun, kini telah memasuki babak baru, yakni telah disahkannya Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara oleh DPR RI pada 18 Januari 2022. Proses legalisasi UU Ibu Kota Negara bernamakan “Nusantara”, kini dalam proses pengundangan oleh Pemerintah, setelah DPR RI menyerahkan salinan resmi UU IKN pada Kamis 27 Januari 2022.
Adapun UU IKN terdiri dari 11 bab dan 44 pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota. Pembahasan RUU ini dikatakan berjalan cepat, karena berlangsung selama 43 hari, terhitung sejak 7 Desember 2021, hingga disahkan DPR RI pada 18 Januari 2022.
Namun demikian polemik seputar perpindahan Ibu Kota Negara masih terjadi, mengingat ini peristiwa bersejarah kali pertama terjadi tidak dalam kondisi perang. Indonesia pernah mengalami pindah Ibu Kota saat masa perang, yakni pernah pindah ke Yogyakarta (1946), juga pernah pindah ke Bukittinggi (1948). Soekarno pada tahun 1958, mewacanakan Ibu Kota Negara akan berlokasi di Palangka Raya Kalimantan Tengah.
Kini jelang akhir periode Presiden RI Joko Widodo, Ibu Kota Negara sudah ditetapkan pindah ke Provinsi Kalimantan Timur, terletak diantara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Dr. John N. Palinggi, MM., MBA pengamat kebijakan strategis, sejak awal wacana perpindahan Ibu Kota Negara ditahun 2019, telah mengulas wacana tersebut, John Palinggi mendukung perpindahan tersebut dengan pertimbangan kondisi Jakarta yang sudah tidak memadai sebagai ibu kota negara, dan pemerataan pembangunan.
Saat ditemui diruang kerjanya di Graha Mandiri Jakarta Pusat pada 25 Januari 2022, John Palinggi menjelaskan bahwa tidak perlu lagi ada perdebatan tentang perpindahan Ibu Kota Negara.
“Dengan ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini, melalui Undang-Undang, tidak ada lagi perdebatan yang perlu dilakukan, karena setelah 30 hari diundangkan, dan dinyatakan berlaku, maka setiap warga negara wajib menaatinya” ujar John Palinggi.
Lebih lanjut John Palinggi yang juga Ketua Harian BISMA (Badan Interaksi Sosial Masyarakat), menyampaikan “Hukum itu adalah Undang-Undang, maka tidak boleh diluar Undang-Undang ada pemikiran-pemikiran yang juga melenceng atau tergelincir dari Undang-Undang yang dapat memberikan persepsi negatif bagi masyarakat, karena itu bisa menciderai persatuan-kesatuan kita”.
Perpindahan Ibu Kota Negara juga berarti otomatis pindahnya pusat pemerintahan, tambah John Palinggi.
“Ibu Kota Negara pindah, otomatis pusat pemerintahan pindah. Disana akan dibangun Istana Presiden, Istana Wakil Presiden, mau tidak mau aparatur pemeritah terkait dengan Istana Presiden dan Wakil Presiden pindah, TNI-Polri pindah, kantor kementrian pindah, konsep RUU yang mungkin masih akan tinggal Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Lembaga Perlindungan Konsumen akan tingggal di Jakarta” ujar John Palinggi yang juga berpengalaman menjadi pengajar di Lemhannas.
Hal biaya perpindahan Ibu Kota Negara, John Palinggi yang juga seorang pengusaha, mengatakan bahwa biaya perpindahan Ibu Kota tidak akan membebani APBN secara utuh.
“Untuk menata Ibu Kota Negara ini, bagi pemerintah adalah pekerjaan yang besar, tapi saya sendiri sangat percaya bahwa ini bisa terlaksana, yang saya tahu dari konsep awal, anggaran akan dibebankan pada APBN, tetapi tidak akan membebankan secara utuh, juga akan dibebankan pada kerjasama pemerintah dan swasta, juga dibebankan atas dasar project-project yang dibangun, kemudian dioperasikan, dan dikembalikan lagi pada pemerintah, juga anggarannya akan bersumber dari murni swasta yang akan menginvestasikan uangnya disana, dengan membangun kantor, dan bantuan-bantuan pihak lain yang tidak melanggar UU”, ujar John Palinggi.
“Saya yakin tidak akan seluruhnya membebankan APBN, saya yakin benar karena saya tahu sejarahnya” tegas John Palinggi.
John Palinggi salut dan bangga kepada Presiden atas rencana perpindahan Ibu Kota Negara, yang dikatakan John sebagai kreativitas yang tinggi.
“Saya salut, hormat, dan bangga kepada Presiden, dalam situasi sulit sekalipun masih bisa memiliki kreativitas yang tinggi, upaya-upaya lobby internasional, baik bilateral, multilateral, dengan negara-negara yang sangat percaya kita, saya tidak bisa membayangkan kalau Presiden tidak dipercaya negara lain, mungkin kita sudah bangkrut kayak negara lain karena Covid, mungkin kita sudah bangkrut” tandas John Palinggi.
John Palinggi yang juga Ketua Umum ARDIN, menegaskan keyakinannya bahwa pembiayaan Ibu Kota Negara yang baru, tidak akan membebankan keuangan negara, dijelaskan secara ilustrasi bahwa bila 30 ribu hektar saja lahan negara dijual ke investor asing, nilai 30 ribu hektar setara dengan 300 juta meter, bila harga lahan 2 juta per meter, maka diperoleh dana 600 triliun, jumlah ini dikatakan John Palinggi cukup untuk membangun Ibu Kota Negara yang baru.
Menanggapi calon Kepala Otorita IKN Nusantara, John Palinggi yakin bahwa nama-nama yang mencuat sebagai Calon Kepala Otorita IKN Nusantara mempunyai kapasitas yang memadai, namun dirinya mempunyai pertimbangan tersendiri dalam melihat figur Calon Kepala Otorita IKN Nusantara.
John Palinggi berpendapat berdasarkan proses kemunculan wacana perpindahan Ibu Kota Negara, perumusan gagasan awal, hingga kini telah disahkan menjadi UU, figur yang tepat menjadi Kepala Otorita IKN Nusantara adalah Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, S.E., M.U.P., Ph.D. (DED)
Be the first to comment