Aksi Penolak Pengesahan RUU TNI Merusak Cagar Budaya, MADYA Kecam Keras

Media Trans – Sehubungan dengan terjadinya aksi perusakan (vandalisme) terhadap bangunan cagar budaya Gedung DPRD DIY, yang dilakukan oleh elemen gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil saat aksi penolakan pengesahan RUU TNI bertajuk ‘Jogja Memanggil’, yang terjadi pada hari Kamis, 20 Maret 2025 sampai dengan Jumat Subuh 21 Maret 2025, lembaga perlindungan cagar dan warisan budaya, Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA), mengecam aksi tersebut, dan menyerukan sikap sebagaimana disampaikan Koordinator MADYA Jhohanes Marbun, akrab disapa Joe Marbun, sebagai berikut:

Mengutuk Aksi Vandalisme

MADYA dengan tegas mengutuk tindakan perusakan (vandalisme) yang dilakukan oleh peserta aksi, dengan cara mencorat-coret dan merusak bangunan cagar budaya Gedung DPRD DIY.

Cagar budaya adalah bagian dari identitas dan warisan bangsa yang harus dilindungi dan dijaga kelestariannya oleh seluruh masyarakat. Merusak cagar budaya bukan hanya merupakan pelanggaran hukum sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tetapi juga penghinaan terhadap nilai sejarah dan budaya, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikenal dengan daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, sejarah termasuk didalamnya komitmen melestarikan cagar budaya.

Pentingnya Menjaga Keamanan dan Ketertiban Umum

MADYA mengingatkan bahwa dalam menjalankan hak berdemokrasi, setiap warga negara berhak untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya secara damai dan tertib, tidak menimbulkan kerugian material dan sosial, termasuk juga tidak mengorbankan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa.

Tindakan anarkis, termasuk perusakan (vandalisme), hanya merugikan masyarakat luas dan merusak tujuan perjuangan itu sendiri. Aksi kekerasan atau perusakan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun, apalagi dilakukan atas nama perjuangan atau protes terhadap kebijakan. Seharusnya, peserta aksi menyampaikan aspirasi secara damai tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa.

Sebagai eksponen aktivis kampus UGM dan juga Gerakan Mahasiswa di Yogyakarta, tentu memahami betul semangat perjuangan peserta aksi sebagaimana hal tersebut pernah dan masih kami lakukan. Namun demikian, MADYA tetap menjaga kepentingan-kepentingan publik lainnya, termasuk kelestarian warisan budaya sebagaimana menjadi basis pengetahuan kami, yaitu ilmu Arkeologi.

Pendidikan dan Kesadaran tentang Pentingnya Pelestarian Cagar Budaya

MADYA menekankan pentingnya upaya pendidikan kepada masyarakat, terutama generasi muda, mengenai nilai-nilai dan arti penting pelestarian cagar budaya. Hal ini berlaku pula bagi peserta aksi di lokasi yang memiliki bangunan cagar budaya. Masyarakat harus menyadari bahwa cagar budaya adalah bagian dari warisan tak ternilai yang menjadi identitas bangsa, yang harus dijaga oleh kita semua, tanpa terkecuali.

Kasus perusakan (vandalisme) terhadap cagar budaya Gedung DPRD DIY oleh peserta aksi, diduga bukanlah pertama kali terjadi. Setidaknya dalam catatan MADYA, pernah terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020 lalu ketika terjadi penolakan terhadap pengesahan Omnibuslaw Undang-Undang Cipta Kerja.

Artinya tindakan ini terjadi berulang, yang artinya lemahnya kesadaran sejarah dan berkebudayaan dari peserta aksi yang dikatakan kaum intelektual tersebut. Ini tantangan bagi pemerintah maupun pemerintah daerah, khususnya DIY untuk lebih intensif lagi melakukan edukasi di kalangan intelektual.

Tanggung Jawab Penegak Hukum

MADYA juga meminta agar pihak berwenang segera mengambil langkah tegas terhadap pelaku aksi vandalisme terhadap gedung DPRD DIY yang terjadi pada kamis (20/3/2025) lalu, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Keberanian untuk menegakkan hukum dengan adil akan memberikan pesan yang jelas bahwa tindakan perusakan tidak akan ditoleransi dalam masyarakat kita.

Tindakan perusakan (vandalisme) terhadap cagar budaya adalah sebuah pelanggaran yang tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun. Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya berbunyi “Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.”

Lebih lanjut Pasal 105 menegaskan sanksi pidana bagi yang melanggarnya berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Mengajak Semua Pihak untuk Bersama-sama Membangun Keharmonisan

MADYA mengajak seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, gerakan mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat umum, untuk bersama-sama menjaga ketertiban, keamanan, dan keharmonisan. Pembangunan bangsa yang sesungguhnya adalah yang mencakup penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, hukum, dan hak asasi manusia.

Penting diketahui bahwa Ruang Gedung Paripurna DPRD DIY yang terletak di jalan Malioboro 54 Yogyakarta, merupakan Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional yang telah ditetapkan melalui SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No SK : PM.89/PW.007/MKP/2011 pada tanggal 17 Oktober 2011. Selain itu, status cagar budaya Gedung Paripurna DPRD DIY merujuk pada SK Gubernur DIY No. 76/KEP/2017 (Jo. Keputusan Gubernur DIY No. 76/KEP/2023) dan SK Walikota No. 798/KEP/2009.

Penetapan Gedung DPRD DIY didasarkan pada catatan perjalanan sejarah yang menyertainya yaitu bangunan DPRD DIY ini dibangun pada tahun 1878 oleh Frejmatsalary (Perkumpulan orang Belanda di Yogyakarta), cabang Freemason di Yogyakarta. Gedung kemudian difungsikan sebagai pusat teosofi (Himpunan Ilmu Kebatinan).

Pada tahun 1948-1950, bangunan yang juga disebut dengan nama Loge Mataram ini digunakan untuk kegiatan BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat).

Oleh peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di gedung ini yaitu pencetusan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif Kabinet/Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta pada tanggal 2 September 1948 di depan sidang BPKNIP. Pada tahun 1951 oleh pihak Kasultanan, kewenangannya diserahkan kepada Pemda untuk Gedung DPRD DIY dan saat ini digunakan sebagai ruang paripurna sidang DPRD DIY.

“Kami berharap agar semua pihak dapat menahan diri, mengedepankan dialog yang damai, dan menjaga agar warisan budaya kita tetap terjaga untuk generasi yang akan datang. MADYA akan terus mendukung upaya-upaya yang mempromosikan penghormatan terhadap budaya, hukum, dan perdamaian sosial” tandas Joe diakhir seruan sikap MADYA. (DED)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*