Pengukuhan Prof. Dr. Aartje Tehupeiory Menjadi Guru Besar UKI Bidang Hukum Agraria dan Pertanahan

Media Trans – Universitas Kristen Indonesia (UKI) mengadakan pengukuhan Guru Besar ke-12, dalam kurun waktu 4 tahun, atas diri Prof. Dr. Aartje Tehupeiory, SH., MH Guru Besar Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan.

Dalam rangka pengukuhan dirinya menjadi Guru Besar Ilmu Hukum Bidang Hukum Agraria dan Pertanahan pada Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia, Prof Aartje Tehupeiory menyampaikan Orasi Ilmiah. Jabatan Profesor bidang hukum agraria dan pertanahan di Indonesia, termasuk langka, dan tidak diketahui pasti berapa banyak jumlahnya.

Prof Aartje saat pengukuhannya, menyampaikan Orasi Ilmiah berjudul “Formula Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus-Kasus Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum“.

Pengukuhan Guru Besar Profesor Aartje Tehupeiory diadakan Selasa 24 Juni 2025 di Grha William Soeryadjaya UKI Jakarta Timur, setelah sebelumnya Dr. Aartje Tehupeiory mengalami kenaikan jabatan akademik sebagai Profesor sejak 1 April 2025 berdasarkan Keputusan Menteri Diktisaintek Prof. Brian Yuliarto, ST., M.Eng., Ph.D.

Prosesi pengukuhan Profesor Aartje Tehupeiory dipimpin Ketua Senat UKI Prof. Dr. Mompang L. Panggabean SH., M.Hum dan Rektor UKI Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH., MH., MBA, Ketua Yayasan UKI yang baru Dr David Tobing, SH., M.Kn, jajaran pimpinan UKI dan sejumlah Guru Besar UKI, serta Pendeta Kampus.

Tampak hadir juga mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Manuel Kaisiepo, Hakim Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008 Maruarar Siahaan yang juga purna Rektor UKI, Ketua Majelis Pertimbangan MPH PGI Pdt Gomar Gultom, mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, perwakilan Kepala LLDIKTI Wilayah III Jakarta, sejumlah Guru Besar tamu dari Perguruan Tinggi lain, dari UI, Universitas Jenderal Soedirman, UPN Veteran, dan UNPAD, sejumlah alumni Fakultas Hukum UKI, rekan-rekan Prof Aartje dari MPK Indonesia, diantaranya Ketua Umum MPK Indonesia Handi Irawan Djuwadi, MBA., M.Com, Dr. Nikson G. Lalu, SH., MH, Ketua LBH Justice Nusantara MPK Indonesia Ivan R. Luntungan, SH., MH., MM.,  hadir juga Guru Besar UPH Prof. Dr. Jamin Ginting, SH., MH., M.Kn, dan ratusan tamu undangan termasuk perwakilan Keluarga Prof Aartje.

Orasi Ilmiah

Dalam orasinya, Prof Aartje mendasarkan fakta dan data penelitian ataupun riset yang dilakukannya. Orasi Prof Aartje diantaranya mengemukakan “Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga masyarakat disuatu wilayah atau negar, tetapi dalam realita pembangunan di Indonesia tidak selamanya menguntungkan semua pihak, bahkan seringkali merugikan pihak-pihak tertentu”.

Prof Aartje menjelaskan kenapa ada terjadi mafia tanah, yakni karena tidak sinkronnya aturan antar lembaga terkait pertanahan, adanya persekongkolan di sektor terkait urusan pertanahan, kolaborasi pelaku dengan oknum aparat penegak hukum, dan masyarakat kurang menyadari atau tidak punya uang yang cukup untuk mengurus dan mendaftar bukti kepemilikannya.

Formula hukum dalam pencegahan dan pemberantasan masalah pertanahan dan agraria, disampaikan Prof Aartje :

  • Penguatan reformasi regulasi terkait pengadaan tanah agar lebih tegas dan berpihak pada keadilan dan kepentingan umum;
  • Penguatan kelembagaan dengan pembentukan lembaga independen atau khusus pencegahan dan pemberantasan kasus-kasus pertanahan untuk pembangunan kepentingan umum; dan
  • Digitalisasi dan transparansi data tanah dalan implementasi sistem satu peta (One Map Policy) yang terintegrasi nasional dengan adanya keamanan dan enkripsi data melalui teknologi blockchain (opsional) untuk trasparansi dan pencatatan yang tidak bisa di ubah (immutable);
  • Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum pemberian sanksi tegasterhadap pelaku penyalahgunaan wewenang dan mafia tanah (oknum aparat atau pejabat yang menyalahgunakan wewenang), oleh karena itu harus dilakukan Koordinasi BPN, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Ombusman, Komnas HAM dan diberikan sanksi yang tegas;
  • Serta pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum termasuk dalam mediasi dan verifikasi.

“Saat ini pemerintah berupaya mencari formulasi kebijakan yang tepat sehingga dalam pelaksanaan pengadaan tanah dapat memenuhi keadilan, memberi manfaat dan memberikan jaminan kepastian hukum” tandas Prof Aartje.

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tanah guna melaksanakan pembangunan infrastruktur adalah dengan istilah pengadaan tanah. Ini menjadi pengganti dari istilah pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah sampai dengan ketentuan tentang pencabutan hak atas tanah, terang Prof Aartje.

Prof Aartje menandaskan bahwa Pemerintah dalam menyediakan tanah berusaha untuk pembangunan mengambil tanah yang berasal dari tanah negara yang tidak dikuasai oleh rakyat bagi kepentingan pembangunan.

Pada bagian penutup orasinya , Prof Aartje menyampaikan penanganan kasus-kasus tanah dalam praktek, contohnya korban mafia tanah bagl perempuan yang terjadi selama ini, tidak pernah mencerminkan prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah.

“Hal ini dalam praktek penanganan kasus mafia tana, sering kali tindakan yang dilakukan sewenang-wenang merugikan pemegang hak atas sebenarnya, sehingga pada penerapannya tidak dilakukan dengan benar, tidak adil, serta tidak ada keseimbangan antara pengorbanan yang diminta dari rakyat, seharusnya dilaksanakan melalui proses yang adil” terang Prof Aartje.

Lebih lanjut Prof Aartje mengemukakan perlunya memasukan gender mainstream dalam pengimplementasian sistem laporan digital.

“Dalam mengimplementasikan sistem pelaporan digital, perlu memasukan gender mainstreaming, sehingga penerapannya tidak bias gender, dan tidak menimbulkan masalah baru pada perempuan yang berkonflik dalam masalah pertanahan. Tim yang dibentuk pun harus mewakili kepentingan semua pihak termasuk perempuan dan kelompok marginal” jelas Prof Aartje.

Rekomendasi Orasi Prof Aartje

Prof Aartje menutup orasinya, menyampaikan beberapa rekomendasi, yakni :

  • Membentuk Undang-Undang atau Peraturan Khusus mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Kasus-kasus Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum, penguatan koordiansl antara lembaga/kementerian, ATR/BPN, Kepolisian, Kejaksaan dan Pemerintah Daerah, selanjutnya Implementasi pelaporan digital untuk pengaduan kasus-kasus pertanahan, pendidikan hukum agraria dan pertanahan bagi masyarakat di wilayah rawan konflik, dan sengketa tanah.
  • Pembentukan tim terpadu pengadaan tanah untuk proyek strategi nasional yang mendukung program Astacita yang diusung oleh Prsiden RI Prabowo Subianto dalam memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi khususnya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum.
  • Dengan tidak berplhak, transparansi, akuntabilitas dan prinsip penghormatan pada mereka yang mempunyai etikat balk terhadap tanah dengan semangat menciptakan keadilan dibidang pertanahan bagi masyarakat yang mencari keadilan.

Rektor UKI Prof Dhaniswara dalam kata sambutannya, mengemukakan bahwa UKI dalam 4 tahun telah dianugerahi 12 Guru Besar, termasuk Prof Aartje.

Pencapaian Prof Aartje menjadi Profesor, diperuntukkan bagi orangtuanya sebagai ungkapan syukur atas bimbingan dan dukungan yang diterimanya semasa kedua orangtuanya masih hidup. (Klik ini untuk melihat tayangan pengukuhan Guru Besar Prof Aartje Tehupeiory). (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*