
Media Trans – Indonesia masih dalam kondisi pandemi Covid-19, sementara program vaksinasi Covid-19 masih terus dijalankan, namun demikian berbagai kasus pelanggaran protokol kesehatan pandemi Covid-19 masih terus terjadi, untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19, pemerintah kembali menerapkan larangan mudik lebaran.
Kasus tidak hanya terjadi menyangkut pelanggaran protokol kesehatan, tetapi juga mencuat kasus pelanggaran hukum terkait dengan status kondisi darurat pandemi Covid-19, seperti dialami mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang tersandung kasus penggelapan dana bantuan sosial, sempat mencuat sejumlah kasus beredarnya surat tes rapid Covid-19 palsu atau ilegal, yang dipergunakan oleh sejumlah orang yang bepergian lintas daerah, bahkan terungkap juga ada masyarakat yang mengikuti drive thru rapid test di Bandara Soekarno-Hatta, sekalipun belum diperiksa tetapi sudah keluar hasil tes.
Belum lagi kehebohan akibat kedatangan puluhan warga India ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, saat India tengah mengalami gelombang ketiga pandemi Covid-19, dan kasus ini disinyalir melibatkan keterlibat oknum pensiunan Dinas Pariwisata DKI Jakarta yang memungkinkan puluhan warga India tersebut lolos karantina, dan setelah diperiksa ternyata ada beberapa diantaranya positif Covid-19, kasus ini mengungkapkan adanya mafia karantina di Bandara Soekarno-Hatta.
Tidak hanya itu kasus yang viral, beberapa hari lalu terungkap satu kasus terkait dengan pemeriksaan test Covid-19 di Bandara Kualanamu, yakni penggunaan bahan habis pakai secara berulang pada layanan rapid test antigen di Bandara Internasional Kualanamu Sumatera Utara.
Berdasar keterangan pada kompas.com, diketahui ada lima pegawai layanan rapid test antigen tersebut, telah diamankan oleh Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumut dalam penggerebekan pada Selasa (27/4/2021). Mereka yang diamankan di antaranya RN (admin), AD (analis), AT (analis), EK (analis), dan EI (kasir).
Direktur Utama (Dirut) PT Kimia Farma Diagnostik, Adil Fadillah Bulqini, belum mau meminta maaf terkait 5 pegawainya yang diamankan karena diduga menggunakan bahan habis pakai secara berulang pada layanan rapid test antigen di Bandara Internasional Kualanamu.
“Kami belum sampaikan permintaan maaf karena belum terbukti bersalah, masih dalam proses penyelidikan kepolisian,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Perkantoran Angkasa Pura II Kualanamu, Deli Serdang, Sumut, Rabu (28/4/2021) sore, seperti dikutip dari Kompas.com.
Berdasarkan penelusuran mediatransformasi.com, diketahui bahwa pelaksana drive thru di Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang tersangkut kasus hasil rapid test keluar tanpa pemeriksaan, adalah lembaga masih dalam kelompok usaha PT. Kimia Farma, yakni Farmalabs, ini sesuai dengan fakta yang diungkap dalam pernyataan Direktur Komersial PT Angkasa Pura Solusi Yundriari Erdani Mitra.
Direktur Komersial PT Angkasa Pura Solusi Yundriari Erdani Mitra menjelaskan saat ini mitra utama layanan kesehatan di bandara adalah Farmalab. Adapun, fasilitas kesehatan dari Kimia Farma Diagnostika juga ada di beberapa lokasi. “Saat ini evaluasi yang kami lakukan termasuk mengenai keberlanjutan kerja sama. Jadi sementara layanan yang di bandara Kualanamu juga ditutup,” ujar Yundriari sebagaimana diberitakan www.ekonomi.bisnis.com, Rabu (28/4/2021).
PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II melalui anak usahanya, PT Angkasa Pura Solusi, mengevaluasi kembali kontrak kerja sama dengan Kimia Farma dalam hal penyediaan fasilitas kesehatan di bandara, usai terciduknya empat oknum petugas yang menggunakan alat tes bekas kepada calon penumpang.
Deden F. Radjab sebagai orang lama PT. Kimia Farma, termasuk juga pemegang saham minoritas, kepada mediatransformasi.com memberikan pernyataan bahwa dirinya terpukul dan bersedih tidak menyangka bahwa perusahaan yang tempat dia lama mengabdi, ternyata melakukan sejumlah praktik tidak terpuji.
“Ini dekadensi moral yang luarbiadab menurut saya, sebagai orang yang pernah juga menangani Pusdiklat Kimia Farma, dan saya masih mengenal para petinggi Kimia Farma saat ini, saya tidak habis pikir kenapa sampai bisa seperti ini kelakukan orang-orang Kimia Farma” demikian disampaikan Deden dalam keterangannya kepada mediatransformasi.com.
“Mendapatkan berita seperti ini saya sebagai pensiunan PT Kimia Farma dan sekaligus sebagai pemegang saham minoritas hasil IPO tahun 2000 (amat teramat sangat kecil tapi membanggakan karena beli langsung ke pemerintah), hati saya pilu, sangat sedih dan marah” tandas Deden yang setelah tidak lagi aktif di Kimia Farma, mengabdikan dirinya dalam kegiatan kepemiluan dan demokratisasi.
“Kenapa saya bersedih? karena disaat-saat masyarakat sedang panik oleh berita pandemi virus Cina covid-19, ada segelintir oknum tempat saya bekerja dulu, melakukan perbuatan biadab tanpa memikirkan dampak bahaya penyebaran yang lebih luas dari Virus Cina covid-19 itu sendiri” lirih Deden.
Deden mengabdikan hidupnya bekerja dilingkungan Kimia Farma selama 3 dekade lebih, mengalami berbagai proses suka-duka, penuh perjuangan untuk tidak sekedar menjalankan tugas tanggung jawab korporasi, tetapi juga membina para pekerja, saat ini merasa marah oleh karena sejumlah kasus yang terkait Kimia Farma.
“Kenapa saya marah? karena saya pernah bekerja di Kimia Farma selama 33 tahun 6 bulan dengan segala suka dan dukanya serta penuh perjuangan hanya untuk sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan tidak untuk menjadi kaya raya serta mendapatkan penghasilan yang besar dari perusahaan BUMN tersebut, nah disaat kondisi ekonomi yang memburuk, dan situasi kebatinan yang panik diakibatkan Virus Cina covid-19 juga sulitnya mendapatkan pekerjaan, serta penghasilan ada segelintir oknum yang memanfaatkan situasi dan kondisi dengan menggadaikan kehormatan untuk mendapatkan uang yang besar. Saya yakin mereka pasti sadar dalam melakukan tindakan tersebut, karena selama saya bekerja, kami selalu diberikan SOP, dan pelatihan serta bimbingan etika dalam melaksanakan tugasnya, jadi hal ini sudah tidak bisa ditolelir lagi!” tegas Deden.
Deden meminta agar pihak penegak hukum melakukan penyidikan dan penyelidikan secara komprehensif, agar pemeriksaan kasus tidak berhenti hanya pada para pelaku lapangan, juga periksa jajaran manajemen hingga pimpinan Kimia Farma.
“Kelakuan seperti ini tidak bisa ditolerir, selain sangat tidak terpuji terjadi disaat pandemi Covid-19, merugikan negara, menyakiti masyarakat, juga mencoreng imej bandara internasional, dan wibawa pemerintah, mengingat katanya pemerintah getol-getolnya berupaya membangkitkan perekonomian dan pariwisata. Tindak tegas mereka. Bila nanti terbukti benar sudah sepatutnya mereka diberikan hukuman yang berat karena, pertama telah melalaikan kepentingan kesehatan masyarakat, dan kedua, telah melakukan tindak pidana penipuan sekaligus korupsi sebagai pegawai BUMN serta tak punya moral sebagai anak bangsa, belum lagi pernyataan Presiden agar menindak tegas para pelaku kejahatan terkait kondisi pandemi” tambah Deden.
Deden menjelaskan mengenai keberadaan PT. Kimia Farma, bahwa PT. Kimia Farma dan anak perusahaan serta cucu perusahaan adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, mengingat nama yang dilekatkan dengan label Kimia Farma, dan saat ini khusus dalam penanganan rapid dan swab test, diberikan kepercayaan dibeberapa tempat pelayanan publik, salah satunya adalah Bandara Internasional Kualanamu.
“Nah bila hal ini sampai terekspos ke dunia internasional, yang malu bukan saja PT. Kimia Farma sebagai BUMN, tetapi bangsa dan negara Indonesia lah yang dipermalukan, karena Bandara Internasional Kualanamu tersebut adalah salah satu pintu gerbang, dan bisa sebagai etalase pelayanan publik di Indonesia. Maka itu, sangat perlu kiranya dibuat team investigasi secara komprehensif dalam melakukan mencari kebenaran, melibatkan seluruh stakeholder dan masyarakat yang berkompeten dalam penanganan masalah dimaksud, bila dipandang perlu, Menteri BUMN Erick Thohir dapat melakukan pergantian kepengurusan BUMN yang dianggap bermasalah, tidak hanya direksi, tetapi juga komisaris yang bertanggung jawab soal pengawasan korporasi.” saran Deden.
Deden mengingatkan agar BUMN sebagai garda utama penanganan pandemi Covid-19, khususnya BUMN holding farmasi, yang didalamnya termasuk PT. Kimia Farma, dan PT. Indopharma sebagai BUMN menangani vaksin Covid-19, agar mawas diri, jangan berperilaku korup, karena apa yang saat ini sedang dikerjakan adalah demi kemanusiaan dan nasib bangsa.
“Ingat dari setitik api yang kecil akan bisa membakar hutan yang luas, maka bisa jadi dari kasus yang kecil bisa saja membongkar “permainan” yang besar” pungkas Deden yang saat aktif di Kimia Farma, pernah menduduki posisi diantaranya asisten manager, pernah menjabat pengurus serikat pekerja, karena dirinya salah satu deklarator Serikat Pekerja PT. Kimia Farma, dengan posisi terakhir menjabat sebagai Ketua 1. (DED)
Be the first to comment