
Media Trans – Indonesia masih dalam kondisi pandemi Covid-19, sekalipun sudah dicanangkan pemerintah “New Normal”, dan belakangan mencuat diskursus tentang re-opening kegiatan proses belajar-mengajar disekolah.
Belum juga ada kejelasan tentang kapan dan bagaimana, akan dilakukan re-opening kegiatan disekolah, kini menyeruak masalah Penerimaan Peserta Didik Baru di DKI Jakarta.
Ratu seorang Ibu dari putri yang berusia 15 tahun, menyuarakan permasalahan yang dialaminya saat hendak mendaftarkan putrinya dalam PPDB secara daring, tetapi tidak dapat diproses pendaftaran putrinya tersebut karena faktor usia.
Ratu yang juga aktivis relawan Covid-19, pada 19 Juni 2020 menuliskan kegelisahannya saat mengetahui bahwa pendaftaran putrinya melewati PPDB daring, tidak dapat diproses.
“Mendaftar sekolah bingung, nilai rata2 bagus tidak menjamin anak” kita bisa diterima di jenjang selanjutnya (tidak ada UN). Pengalaman saya skrang, putri saya usianya 15 th 20 hari, ketika regist melalui sistem PPDB online boro2 namanya terdaftar/muncul, baru masukin langsung hilang tergeser dengan usianya yg lebih tua, bahkan ada yg usianya 18 tahun langsung masuk pastinya. Putri saya daftar melalui jalur Afirmasi (KJP), yg dimulai pendaftarannya hari ini. Buat Mentri Pendidikan, dan buat Pak Presiden knp sistemnya dibuat seperti ini padahal ketika kita dihadapkan di dunia pekerjaan bukan dicari yg lebih tua tapi di cari yg lebih muda sedangkan ketika masuk sekolah di cari yg lebih tua” demikian salah satu goresan suara hati seorang Ibu yang berjuang untuk pendidikan putrinya.
Sementara itu Forum Orangtua Siswa di DKI Jakarta, berkaitan dengan masalah PPDB di DKI Jakarta, telah mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :
Polemik PPDB DKI Jakarta
Tahun 2019 PPDB DKI Jakarta mendapat apresiasi dari setiap kalangan, karena mekanismenya yang disiapkan dengan matang dan sosialiasi yang di lakukan dengan baik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, tetapi dalam PPDB tahun 2020 terjadi polemik dan mendapat protes dari Forum Orangtua Siswa, setelah di terbitkanya Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020, tentang Petunjuk Teknis PPDB Tahun 2020/2021.
Salah satu poin dalam surat keputusan itu yakni mengenai proses seleksi melalui jalur zonasi dan jalur afirmasi.
Dalam hal jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar dalam zonasi maupun afirmasi melebihi daya tampung, maka di lakukan seleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda.
Alasan Kepala Dinas menerbitkan SK tersebut, adalah Pemprov DKI berupaya menjamin keseimbangan antara variable prestasi dengan kesempatan masyarakat miskin untuk menikmati Pendidikan yang berkualitas di sekolah negeri, dengan begitu masyarakat miskin juga tidak langsung tersingkir di jalur zonasi.
Tetapi dalam perjalananya Forum Orangtua Siswa merasa bahwa keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta ini bersifat diskriminatif, mereka merasa bahwa pendidikan identik dengan kecerdasan bukan dengan usia, tidak di jelaskan juga zonasi dengan patokan usia bahwa yang tertua lebih miskin daripada siswa yang berusia muda, dengan ini Dinas Pendidikan dinyatakan tidak objektif dalam membuat aturan itu karena tidak ada survei yang valid dan membuktikan bahwa zonasi berdasarkan usia tertua ke usia termuda itu membantu orang yang tidak mampu, karena faktanya orang yang memegang Kartu Jakarta Pintar pun tersingkir dengan adanya peraturan tersebut.
Kalau kita berpatokan kepada Permendikbud No 44 Tahun 2019 pasal 2 berbunyi ayat 1 menyatakan bahwa “PPDB dilakukan berdasarkan nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntable dan berkeadilan” dengan berasaskan peraturan tersebut Forum Orangtua Siswa merasa Dinas Pendidikan DKI Jakarta, mengkomsumsinya setengah setengah, karena banyak sekali aturan yang berbenturan dengan peraturan Menteri tersebut.
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan forum orang tua siswa memprotes peraturan kadisdik tersebut di antara lain :
• Tidak ada sosialiasi dan penjelasan yang menyeluruh dan baik dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan bersifat mendadak
• Daya tampung penerima peserta didik baru yang tertuang di Permendikbud adalah sebesar 50% sedangkan dalam peraturan Dinas Pendidikan DKI Jakarta hanya sebesar 40%.
• Dalam Permendikbud dengan jalur zonasi di jelaskan terbagi dalam 3 variable, yaitu zona, jarak dan usia sedangkan faktanya dinas pendidikan melakukan penerimaan peserta didik tahun 2020 langsung dari zona ke usia dan menghilangkan jarak sebagai salah pertimbangan, jadi faktor penentu bisa di katakan ketika seorang anak ingin masuk ke sekolah yang di harapkan adalah faktor usia.
• Untuk jalur afirmasi yang di khususkan untuk peserta didik yang memegang KJP dan Kartu penunjang lainya, Dinas Pendidikan dinilai tidak transparan karena banyak orang miskin yang bermasalah dengan KJP nya sendiri dan tidak penjelasan dari Dinas Pendidikan.
• Bersifat diskriminatif, karena tidak ada parameter bahwa jalur zonasi dan afirmasi dengan patokan usia tidak tentu bahwa usia tua lebih miskin daripada usia muda.
• Mempengaruhi psikologis anak yang memang sudah mempersiapkan untuk masuk ke sekolah yang di harapkan dengan mengejar prestasi tiba-tiba peraturanya di rubah dirasa tidak ada keadilan.
Selanjutnya, belum bisa di buktikan bahwa PPDB sekarang adalah untuk pemerataan belajar antara orang miskin dan orang berprestasi karena misalkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dengan aturan usia yang lebih tua untuk mendapatkan prioritas masuk sekolah tidak ada kejelasan hasil survei dan parameternya dan tidak ada tahu apa pertimbanganya dengan di tetapkanya aturan tersebut.
Kriteria usia dalam PPDB ini menunjukan Pemprov DKI Jakarta tidak adil untuk memberikan kesempatan belajar untuk seluruh warganya, karena memang tidak rasionalisasi dalam aturan yang di keluarkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, seharusnya Pemprov lebih fokus terhadap pemerataan pendidikan dengan system zonasi yang memang sudah baik di bandingkan dengan adanya kriteria usia yang justru membatasi dan menyulitkan siswa untuk lebih berkembang dengan peluang yang sama dalam berkompetisi.
Untuk mengakhiri polemik ini, Gubernur DKI Jakarta dalam kapasitasnya di harapkan untuk membatalkan atau merevisi Surat Keputusan Dinas Pendidikan tersebut karena di sisilain bersifat diskriminatif juga di nilai tidak rasional dan mengembalikan kepada aturan yang lama. Karena sejatinya pendidikan itu untuk mengembangkan potensi anak bangsa bukan untuk membatasinya dengan kebijakan yang merugikan.
Hari ini Selasa 23 Juni 2020, sehari setelah Hari Ulang Tahun DKI Jakarta ke-493, para Orangtua yang mengeluhkan masalah PPDB putra-putrinya, akan menyuarakan langsung suara hati mereka, dalam suatu aksi damai di Balaikota Gubernur DKI Jakarta.
Aksi damai bertajuk Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan (GEPRAK), diharapkan agar Pemerintah Daerah khususnya Gubernur DKI Jakarta, yang didalam PERMENDIKBUD Nomor 44 Tahun 2019 Pasal 1 Ayat 12 ditunjuk sebagai unsur penyelenggara Pemerintah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah otonom, untuk dapat mendengarkan kami sebagai bagian dari rakyat DKI yang mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan terutama dalam hal penerimaan peserta didik baru.
Aspirasi yang ingin disampaikan GEPRAK kepada bapak Gurbernur DKI adalah :
1. Mengganti usia sebagai parameter utama dalam seleksi penerimaan perserta didik baru dalam jalur zonasi dengan menggunakan zonasi dan berbasis kelurahan dan nilai rata-rata Sidanira dan Akreditasi Sekolah
2. Atau memberikan kuota yang lebih besar kepada jalur prestasi akademik sebagai bentuk keadilan bagi siswa yang berusia lebih muda agar mempunyai peluang yang sama dengan siswa lain dalam hal penerimaan peserta didik baru. (DED)
Be the first to comment