Pasca Diberhentikan Mendadak, Dirjen-Dirjen Kemenag Akan Ajukan Gugatan Mekanisme Pemberhentian

Media Trans Mentri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas memberhentikan 6 orang pejabat eselon 1 Kementrian Agama, dan memutasi ke jabatan fungsional per 6 Desember 2021, keenam pejabat tersebut : Inspektur Jenderal Kemenag Deni Suardini, Kepala Badan Litbang dan Diklat Achmad Gunaryo, Dirjen Bimas Kristen Thomas Pentury, Dirjen Bimas Katolik Yohanes Bayu Samodro, Dirjen Bimas Hindu Tri Handoko Seto, dan Dirjen Bimas Buddha Caliadi.

Sekretaris Jenderal Kemenag RI Nizar Ali menegaskan keputusan Menag Yaqut memberhentikan keenam pejabat Eselon 1 Kemenag, dilakukan untuk penyegaran. Menurutnya, mutasi adalah hal yang biasa terjadi.

sumber foto : wartaekonomi.co.id

Eks Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag) Caliadi menyebut publik bertanya-tanya kenapa semua dirjen ‘non’ disapu bersih oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Dirjen ‘non’ yang dimaksud Caliadi adalah Dirjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, demikian dilansir dari detik.com.

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, mempertanyakan alasan pemberhentian 6 pejabat Kemenag tersebut, demikian diberitakan detik.com Rabu (22/12/2021).

“Kami tentu tidak dapat info yang komplet ya kenapa dicopot, alasannya apa, nanti mungkin, karena Pak Menteri masih di lokasi Muktamar NU, setelah nanti mungkin kami akan konfirmasi ke Pak Menteri kira-kira alasannya apa,” ujar Yandri.

“Sehingga ini kan perlu dijelaskan kepada publik alasannya apa, argumentasinya apa, sehingga itu tidak mengganggu kinerja di Kementerian Agama. Jangan sampai ada salah persepsi, salah paham, kemudian ada yang goreng-menggoreng, ini tentu tidak diharapkan,” tegas Yandri.

Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si eks Dirjen Bimas Kristen kepada jurnalis kristiani saat ditemui diruang kerja Dirjen Bimas Kristen, mengemukakan bahwa dirinya ditanya banyak pihak, ada dari kalangan gereja, masyarakat Maluku, tokoh-tokoh, organisasi kemasyarakatan, dan yang lainnya, apa alasan dirinya diberhentikan.

“Sebetulnya, mungkin secara internal kita melihat itu mendadak juga gitu ya. Saya tidak tahu diluar sana, apakah sudah ada desas desus, tapi yang pasti itu, tanggal 20 Desember saya baru menerima pemberitahuan ada SK pemberhentian dari Presiden, walaupun SK itu kan terhitung ditandatangani 6 Desember, jadi ada jeda yang panjang, saya tidak ingin masuk ke soal jeda itu. Tapi yang pasti itu ada SK pemberhentian oleh Presiden, nah yang kemudian menurut kami, SK itu dibuat oleh Presiden atas pengusulan Mentri Agama, pengusulan Mentri Agama harus didasarkan pada data-data, fakta, dan segala macam, atau argumentasi yang jelas, sehingga seseorang pejabat tinggi itu diberhentikan, ini sebetulnya yang menjadi pertanyaan, tidak hanya kami, yang enam orang itu, tapi juga kan publik sebenarnya, “ini ada apa?” Kami pun tidak tahu, karena tiba-tiba kan diberhentikan, tidak ada panggilan oleh Mentri, ini loh kamu punya kesalahan, kamu akan diganti” ujar mantan Rektor Universitas Pattimura Ambon yang akrab disapa Prof Tommy.

Lebih lanjut Prof Tommy menjelaskan bahwa proses pemberhentian dan mutasi hal berbeda. “Kalau alasan yang dibuat kementrian melalui Sekjen, itu mutasi dan rotasi, dan itu biasa terjadi dalam suatu organisasi kementrian/ lembaga, saya kira itu benar, tapi kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar itu rotasi dan mutasi? Kan tidak, saya misalkan sebagai Dosen yang mengikuti open bidding, kemudian sampai di Eselon 1, kalau kemudian diberhentikan, otomatis saya balik sebagai Dosen dalam jabatan fungsional, tapi kan tidak ada jabatan struktural eselon itu lagi yang melekat, itu artinya diberhentikan bukan dimutasi” jelas Prof Tommy yang saat mahasiswa aktif di GMKI Cabang Ambon.

“Itu dampak dari pemberhentian, kalau benar mutasi, kan harus ditempatkan dimana pada jabatan yang sama, beliau tidak pensiun kan, kalau pensiun kan berarti diberhentikan, diberhentikan dalam jabatan, dan diberhentikan dalam fungsi sebagai ASN, jadi tidak benar itu yang disampaikan” tegas Prof Tommy.

Prof Tommy mengungkapkan bahwa bagi dirinya, jabatan itu amanah, harus dikerjakan dengan baik, dipertanggungjawabkan, dan selesai dengan baik juga, finishing well.

“Kita semua tahu jabatan itu amanah, harus dikerjakan dengan baik, kemudian amanah itu harus dipertanggungjawabkan, saya harus bertanggung jawab, tidak hanya kepada pemerintah yang memberi amanah itu, tapi juga kepada publik, terutama masyarakat umat kristen di Indonesia. Nah kalau modelnya seperti ini, tiba-tiba tanpa alasan, yah bisa saja umat kristen di Indonesia bilang “Loh, ini Dirjen nya kenapa diberhentikan? Mungkin dia korupsi? Ini kan soal nilai saya dimata publik, umat, kan Mentri harus menjelaskan. Saya sebagai pribadi, juga ada keluarga saya, wilayah saya, tentu akan bertanya kenapa diberhentikan, apakah anda kinerjanya buruk? Kalau menggunakan ukuran kinerja, misalkan, dari perspektif serapan anggaran biasa dipakai, kemarin itu per Senin 20 Desember, penyerapan Direktorat Jendral Bimas Kristen sebesar 98,24%, kan sangat tinggi, relatif dengan serapan anggaran kementrian agama yang masih disekitar 95%, itu kalau bicara kinerja” tandas pria yang telah membuat sejumlah perubahan kinerja dalam lingkungan Bimas Kristen seperti penataan sekolah theologi, pengembangan kualitas perguruan tinggi kristen, kedekatan interaksi dengan organisasi kegerejaan, pembinaan masyarakat kristen, dan sebagainya.

Prof Tommy mengungkapkan bahwa secara mekanisme, pemberhentian dirinya dan pejabat kemenag lainnya, memang ada proses yang missed.

“Secara mekanisme pemberhentian, memang ada yang missed, sesuai aturan, tentunya didasari adanya evaluasi terhadap kinerja, kompetensi, dan sebagainya oleh pejabat diatasnya, kalau memang tidak kompeten lagi, tidak berkinerja baik lagi, memiliki integritas yang buruk, yah bisa saja diusulkan diberhentikan, prosesnya juga tidak tiba-tiba, paling tidak berkonsultasi dengan Komisi ASN, tugasnya kan memberi masukan, arahan, ini sudah benar, ini sudah baik, sehingga setiap keputusan pejabat tata usaha negara kemudian tidak dilawan, tidak dikomplen, atau misal ada yang mengajukan ke PTUN. Ini kan marwah pejabat Tata Usaha Negara, itu pejabat pembina kepegawaian, misalnya Presiden, tidak jatuh (marwahnya) kalau orang menggugat, ya ini sudah benar keputusannya Presiden. Makanya kami meminta supaya Presiden, untuk mengevaluasi Mentri Agama, jangan menggunakan kesewenang-wenangan” jelas Prof Tommy.

“Jadi, kalau pun selesai, yah selesai secara finishing well. Saya berharap saya bisa mengakhiri dengan baik, walaupun ditengah ini juga akhir kan, tapi well nya apa? Well nya adalah nilai yang saya tinggalkan, value yang saya tinggalkan. Paling tidak nilai itu menjadi legacy (warisan)” ujar Prof Tommy.

 

Prof Tommy mengutarakan bahwa dirinya berkomunikasi dengan rekan-rekannya pejabat yang diberhentikan, dikatakan bahwa secara bersama 6 pejabat yang diberhentikan akan mengajukan gugatan ke PTUN, yang secara substantif adalah melihat prosedur dan mekanisme pengusulan pemberhentian, lebih kepada melihat usulan ke Presiden.

“Presiden kan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan Mentri, nah pertimbangan Mentri itu yang mungkin tidak clear
dan prosedurnya tidak clear, harusnya dipanggil, loh kok dipanggil? Iya ini kan pejabat Eselon 1, kalau ASN biasa, atau staf khusus yang diberhentikan, yah besok panggil lagi yang lain. Ini pejabat eselon 1 yang tentu menduduki jabatan itu, melalui proses bidding yang panjang, kalau tiba-tiba diberhentikan, sekali lagi jabatan itu amanah, tapi kan ada mekanismenya. Ini sebetulnya nilai (value) yang ingin kita tebarkan kepada Direktorat Jendral Bimas” tegas Prof Tommy.

Prof Tommy menjelaskan bahwa dirinya belum lama ini, menyerahkan bantuan senilai 2 miliar kepada kantor Kemenag, yang dipercayakan oleh Persekutuan Gereja Tionghoa Indonesia kepada dirinya selaku Dirjen Bimas Kristen.

“Saya hari Kamis lalu, bersama beliau (Mentri) membuka acara, mulai dari acara Hari Amal Bhakti, saya sampaikan ke beliau, nanti siang ada penyerahan bantuan Persekutuan Gereja Tionghoa Indonesia sebesar 2 Miliar, bagi saya, penyerahan uang itu suatu kepercayaan, mereka kan bisa bagi sendiri bantuan itu ke masyarakat, kenapa diserahkan ke Bimas Kristen, bagi saya kepercayaan, mereka masih percaya, atau bahkan mungkin tumbuh kepercayaan, selama ini Kementrian Agama, trust nya hampir hilang, jadi saya merasa masih dipercaya menerima bantuan itu. Saya berusaha memperbaiki citra Kementrian, melalui Direktorat Jenderal Bimas Kristen. Jadi, kalau saya tiba-tiba diberhentikan tanpa alasan, umat diluar sana akan berpikiran saya punya kasus, itu masalahnya. Kalau saya berkasus, saya tidak punya integritas, tidak punya value kekristenan yang melekat di saya, itu sebenarnya yang kita lawankan” tuntas Prof Tommy. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*