Serikat Jurnalis untuk Keberagaman Adakan Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa Sulawesi Selatan

Media Trans – Pendiri SMRC Saiful Mujani pada laman situs Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), sejuk.org, menjelaskan bahwa, asumsi media sosial menjadi sarana untuk orang lebih terbuka terhadap keberagaman, tidak demikian pada kenyataannya.

Platformplatform media sosial yang diakses luas oleh publik, bukanlah ruang aman bagi kalangan marginal.

Pemberitaan-pemberitaan media di daerah tidak sensitif, dan cenderung menyudutkan kelompok korban dan minoritas.

Pembuatan judul clickbait, penggunaan diksi yang sensasional, pemilihan narasumber yang provokatif, dan tone pemberitaan yang menyuburkan stigma terhadap kelompok minoritas, menjadi dosa-dosa media.

Media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas.

Pemberitaan media daring dalam isu keberagaman, cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek, dengan mengedepankan sensasi.

Realitas Toleransi di Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan, lanjut penjelasan SEJUK, bukan wilayah yang sepi intoleransi dan diskriminasi.

Kebencian atas nama agama bahkan diekspresikan oleh sebagian masyarakat dengan aksi teror bom bunuh diri.

Intoleransi dan diskriminasi yang meningkahi kehidupan bermasyarakat Sulsel maupun pengelolaan pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan dan aturan yang tidak inklusif, berimplikasi membatasi dan meringkus hak-hak kelompok marginal.

Warga dengan identitas yang berbeda dari kelompok yang mayoritas, mainstream, semakin rentan.

Terhadap fakta-fakta di atas Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI berkepentingan melibatkan mahasiswa, orang muda di kalangan terdidik, untuk membangun iklim bermedia yang ramah bagi kelompok minoritas.

“Karena itu kami mengundang rekan-rekan mahasiswa khusus wilayah Sulawesi Selatan untuk terlibat aktif dalam workshop dan beasiswa konten keberagaman media sosial” demikian tulis Ahmad Junaidi Direktur Eksekutif SEJUK.

Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa

Workshop yang akan dilaksanakan di Sulawesi Selatan, bertujuan mengembangkan kesadaran mahasiswa di Sulsel, tentang pentingnya media sosial sebagai ruang aman bagi kelompok marginal dan medium kampanye keberagaman.

Panitia memberi beasiswa terbatas kepada peserta yang brief atau rancangan konten keberagamannya terpilih.

Sebanyak 10 (sepuluh) dari dua puluh peserta workshop akan mendapatkan beasiswa konten keberagaman masing-masing Rp.1.500.000.

Untuk bergabung dalam workshop, perhatikan langkah-langkah berikut:

  • Penyelenggaraan workshop diadakan 26-29 Agustus 2022.
  • Tema beasiswa konten keberagaman melingkupi: agama atau kepercayaan, etnis atau masyarakat adat, disabilitas, keadilan dan kesetaraan gender.
  • Pendaftaran dikirim ke: bit.ly/KampanyeMedsosMahasiswaSulsel. Pendaftaran paling akhir dikirim 17 Agustus 2022, pkl. 24.00.
  • Peserta-peserta terseleksi diumumkan 19 Agustus 2022 di IG: @kabarsejuk, Twitter: @KabarSEJUK, dan FB: SejukPelaksanaan beasiswa konten keberagaman: 1–30 September 2022
  • Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK.

Sekilas SEJUK

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis. SEJUK lahir di tengah kecenderungan konservatisme yang meningkat di kalangan jurnalis dan pemberitaan media massa yang menyudutkan kelompok minoritas, korban diskriminasi dan kekerasan atas nama agama.

Visi SEJUK adalah terbentuknya masyarakat, dengan dukungan media massa, yang menghormati, melindungi dan mempertahankan keberagaman sebagai bagian dari pembelaan HAM.

Misinya memberdayakan dan mengembangkan kapasitas media massa melalui berbagai kegiatan dan program terkait isu-isu keberagaman. Sehingga, media banyak memproduksi pemberitaan yang menghidupkan penghargaan, toleransi dan perdamaian di tengah perbedaan, bukan sebaliknya. (MEY)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*