Media Trans – Batak Center sebagai organisasi yang bervisi terwujudnya masyarakat Batak Raya, yang mampu melestarikan dan mengembangkan, budaya dan peradaban Batak yang modern, demi kemajuan dan martabat Suku Batak sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia dan masyarakat dunia, dalam rangka Hari Pahlawan 10 November 2022, mengeluarkan catatan reflektifnya.
“Bangso Batak disebut sebagai Suku Batak setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda, yang diperjuangkan dan direbut bersama-sama dengan suku-suku lainnya. Kemudian bersatu menjadi Bangsa Indonesia” demikian bunyi refleksi Hari Pahlawan Batak Center yang dikeluarkan oleh Ketua Umum Batak Center Sintong M. Tampubolon, dan Sekretaris Jenderal Jerry R. Sirait.
Lebih lanjut catatan reflektif Batak Center menyuarakan, dalam merebut kemerdekaan, bangsa Indonesia berjuang secara bertahap dan ada eskalasi yang menarik, luar biasa dan sistematis, yaitu diawali dengan perjuangan yang bersifat kedaerahan.
Selanjutnya pada tahun 1908 berdiri organisasi Boedi Oetomo yang melibatkan kelompok yang lebih luas di Batavia (sekarang Jakarta).
Pada 28 Oktober 1928 terjadi Kongres Pemuda II, yang dihadiri kurang lebih 750 orang utusan dari berbagai organisasi pemuda Nusantara, diantaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain.
Kongres Pemuda II ini menghasilkan Sumpah Pemuda yang mendeklarasikan kesadaran bersama “satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia”.
Itulah satu-satunya sumpah yang ada dan monumental di Indonesia. Momentum itu disebut para ahli sebagai lahirnya Bangsa Indonesia.
Proses itu terus berlanjut hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan bangsa Indonesia diraih dengan perjuangan dan bukan hadiah siapa pun juga, Indonesia disebut sebagai bangsa pejuang.
Sebagai bangsa pejuang, bangsa Indonesia memiliki stamina yang tinggi untuk berjuang terbukti dengan perjuangan meraih, memperjuangkan dan mengisi kemerdekaannya.
Bagi Bangso Batak, penjajahan adalah perbuatan jahat yang harus dilenyapkan. Bangso Batak terus berjuang untuk membebaskan orang-orang dari kebodohan, ketertindasan, ketidakadilan, perbudakan.
Sikap tersebut tidak hanya dipraktikkan ketika Belanda menjajah Tano Batak, tetapi juga terhadap oknum-oknum dari bangsanya sendiri yang melakukan penindasan terhadap sesamanya.
Sikap demikian, sesungguhnya terinternalisasi dalam hidup dan kehidupan tokoh Batak kharismatik, Raja Si Sisingamangaraja XII dalam kesehariannya, terlebih ketika Belanda berusaha memasuki Tano Batak pada akhir abad XIX sampai dengan awal abad XX.
Perjuangan ini termasuk perjuangan paling lama dari perjuangan semesta di Nusantara/Indonesia di berbagai tempat lainnya.
Para pemuda Batak ikut andil sebagai pemain utama, dalam memperjuangkan kemerdekaan RI terbebas dari penjajahan maupun imperialisme asing.
Sebut saja Amir Sjarifoeddin Harahap, Sutan Gunung Mulia Harahap, Dr. Ferdinand Lumban Tobing, Zainal Arifin Pohan, Mayjen TNI (Purn) D.I. Panjaitan, Adam Malik Batubara, Jenderal Besar (Purn) A.H. Nasution, Kiras Bangun, Letjen TNI (Purn) Dr.T.B. Simatupang, Letjen TNI (Purn) Jamin Ginting, Sutan Mohammad Amin Nasution, dan masih banyak tokoh pejuang kemerdekaan lainnya yang berasal dari Tano Batak, baik yang berjuang di kawasan Tano Batak maupun di diaspora di luar Tano Batak, seperti di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.
Para pejuang, tokoh teladan dan sosok berpengaruh tersebut, ada yang telah memperoleh pengakuan dari negara sebagai Pahlawan Nasional, tetapi lebih banyak lagi yang belum memperoleh pengakuan negara sebagai Pahlawan Nasional.
Walaupun penjajah telah kalah dan Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Belanda ingin kembali menguasai Indonesia dengan melakukan agresi militer menumpang pada tentara sekutu yang dimotori Inggris.
Sebelumnya, Belanda sempat digantikan oleh Jepang menjajah Indonesia pada saat Perang Dunia II. Begitu Jepang menyerah, maka para pejuang Indonesia dipimpin oleh Soekarno dan Moh. Hatta memproklamirkan KEMERDEKAAN INDONESIA.
Kemerdekaan Indonesia ini ditujukan kepada penjajah Belanda dan seluruh dunia, sedangkan penjajahan Jepang sudah berakhir dan tentaranya kembali ke tanah airnya.
Mesti diakui bahwa Jepang “ikut membidani” Proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 29 April 1945.
Pada tahun 2022, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh dari berbagai daerah yang telah berjasa bagi bangsa dan negara, di Istana Negara, Jakarta.
Penganugerahan ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 96/TK/Tahun 2022 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 3 November 2022.
Kelima tokoh yang diberikan gelar Pahlawan Nasional tersebut adalah: (1) Almarhum Dr. dr. H. R. Soeharto, dari Jawa Tengah; (2) Almarhum KGPAA Paku Alam VIII, dari Daerah Istimewa Yogyakarta; (3) Almarhum dr. R. Rubini Natawisastra, dari Kalimantan Barat; (4) Almarhum H. Salahuddin bin Talabuddin, dari Maluku Utara; dan (5) Almarhum K.H. Ahmad Sanusi, dari Jawa Barat.
Tentu, selain itu masih banyak lagi tokoh lainnya yang telah berkontribusi untuk kemerdekaan dan menjaga kedaulatan bangsa Indonesia baik yang terkenal mau pun yang tidak terkenal secara nasional.
Sebab diantaranya banyak pejuang dari Bangso Batak pada aras nasional dan lokal/daerah, yang dibuktikan dengan begitu banyaknya orang-orang Batak sebagai veteran di seluruh Indonesia, dan pusara-pusara orang-orang Batak pada Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan Makam-makam Pahlawan dan Taman-taman Bahagia di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Harapan kami ke depan, Pemerintah perlu meninjau regulasi yang mengatur mengenai Pahlawan Nasional, agar kiranya Pemerintah (pusat dan daerah) yang pro-aktif mengadakan penelitian tentang para pejuang yang layak dianugerahi Pahlawan Nasional, ketimbang seperti selama ini Pemerintah hanya sekadar memberikan penilaian layak atau tidak layak seseorang itu memperoleh anugerah Pahlawan Nasional.
Para pahlawan tidak hanya berjuang mengangkat senjata. Ada juga pahlawan karena perjuangan dan kegigihannya di berbagai jalur perjuangan, memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan sampai pada masa sekarang, termasuk pejuang diplomasi dan di jalur seni misalnya, dengan membangun semangat patriotisme dan nasionalisme, atau dengan semangat memperjuangkan hak-hak dan martabat kemanusiaan tanpa diskriminasi, menegakkan kasih, keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.
Mereka yang mengambil bagian aktif dalam mengatasi kebodohan, kemiskinan, ketertinggalan, penindasan, dan patologi sosial lainnya, bukan saja di Tano Batak tetapi juga di daerah-daerah lain secara nasional dan internasional.
Begitu banyak pahlawan dalam berbagai profesi di negara-negara lain yang berdarah Batak dari berbagai puak. Melekat dalam dirinya habatakon, keindonesiaan dan sebagai warga masyarakat mondial.
Kita bersyukur bahwa sifat kejuangan dan kegigihan orang Batak, masih tetap berlangsung dari generasi ke generasi hingga sekarang, dan diharapkan akan tetap terjaga ke depannya di berbagai lini kehidupan, sehingga bermanfaat bagi kehidupan terutama pada pembangunan di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Batak Center (Pusat Habatakon) hadir dalam mengemban tugas pewarisan sifat dan nilai kejuangan tersebut, dan mendorong lahirnya masyarakat Batak yang beriman, bermoral dan berilmu sehingga terwujud sumber daya manusia Batak yang unggul, aspiratif, inspiratif, inovatif, kreatif, profesional, cerdas, berkualitas, berkarakter/ berintegritas, berdaya, dan mampu mentransformasikan nilai-nilai habatakon dalam kehidupan bersama.
“Selamat Hari Pahlawan tahun 2022!”
Dengan penyertaan Tuhan Yang Maha Esa, kiranya NKRI semakin maju dan unggul dalam kesetiaannya dan spiritnya pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, akhir catatan reflektif Batak Center. (DED)
Be the first to comment