Media Trans – Film nasional karya dan produksi sineas serta pemain lokal (daerah) kian marak, sebut saja yang akan segera tayang dibioskop tanah air, film karya daerah Sulawesi Utara berjudul Mariara.
Bertempat di Gedung Paguyuban Wayang Orang Bharata Kawasan Pasar Senen Jakarta Pusat, 30 September 2024 tim produksi film Mariara, mengadakan diskusi dan meluncurkan film perdana karya lokal daerah Sulawesi Utara tersebut.
Diskusi menghadirkan pembicara Tommy F. Awuy (akademisi), Benny Matindas (pemerhati budaya), Boy Woirang, dan Audy Wuisang (aktivis lembaga keumatan), dipandu oleh salah seorang produser film Mariara, Merdi Melan Rumintjap.
Uniknya Film Mariara
Film Mariara adalah film horor thriller produksi anak-anak Manado, Sulawesi Utara, yang mengambil set lokasi 100% di wilayah Minahasa.
Seluruh pemeran yang tampil adalah warga Sulawesi Utara yang di casting secara profesional oleh tim produksi.
Film produksi Gorango Production yang diproduseri oleh 3 perempuan Sulawesi Utara : Melan Rumintjap, Rica Callebaut, dan Nova seolah menjadi oase bagi masyarakat Sulut, karena film ini benar-benar digarap dengan konsep mengangkat konten lokalitas Sulawesi Utara.
Proses produksi memakan waktu lebih 5 tahun, film yang sedianya diputar di bioskop pada tahun 2022, karena pandemi jadi tertunda, kurang lebih 2 tahun, dan mengingat syutingnya sudah sejak tahun 2019, makan durasi produksi film ini dapat dibilang sudah mencapai 5 tahun.
Kenapa, film yang mengangkat lokalitas ini justru malah sangat lama baru bisa tayang?
Menurut produser film Mariara Melan Rumintjap, ada banyak faktor penyebab. Di antaranya adalah, pertama, masalah teknis, terjadi miskomunikasi antara manajemen, kru dan pemain.
Beberapa pemain dan kru memutuskan keluar dari produksi, mengakibatkan sejumlah scene yang sudah diambil harus dibuang. Akibatnya, harus syuting tambahan dengan sedikit merubah skenario.
Kedua, kendala budget. Film lokal yang semuanya dikerjakan oleh SDM lokal umumnya bermodalkan semangat yang pada titik tertentu, idealisme itu harus ditanggalkan karena kebutuhan dasar.
Ketiga, film ini dapat disebut unwanted movie, atau film yang tidak diharapkan. Film ini kuat pada pesan-pesan kebaikan dan norma agama, adalah sesuatu yang tentu tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang merasa tersinggung. Bahkan, ada tokoh budaya setempat, merasa film ini tidak perlu ditayangkan karena mengangkat hal yang sebenarnya tabu, atau hal yang tidak ingin dibicarakan banyak orang.
“Bahkan menurut sejumlah tokoh budaya tesebut, kata Mariara itu sendiri sangat sakral dan tidak boleh dibicarakan ditempat umum, apalagi difilmkan” tambah Melan.
“Ada banyak pengalaman jangal dan ganjil selama syuting film ini, seperti tiba-tiba tampu padam, file yang tidak terbaca oleh kamera, suara-suara aneh, hingga ada pemain yang pulang dari lokasi syuting sebelum syuting karena merasa disuruh pulang. Dan yang paling terakhir adalah file filmnya yang berkali-kali eror dan tidak bisa terbaca oleh software, adalah sesuatu yang sangat aneh dan belum pernah terjadi sebelumnya” tandas Melan.
Film ini menjadi sangat unik karena adalah film perdana bagi masyarakat Sulut yang otentik khas dari Sulawesi Utara, juga merupakan oase bagi perfilman nasional yang selalu disuguhkan dengan latarbelakang budaya masyarakat mayoritas saja.
Sinopsis Film Mariara
Film menceritakan tentang perjuangan seorang Pendeta Muda yang harus melawan sihir dari dukun desa Patemboan.
Kampung Patemboan sedang bergembira atas terpilihnya Kepala Desa (Kumtua) yang baru hasil pilihan rakyat. Kumtua Sebina memberikan sambutan atas keterpilihan dirinya sebagai Kepala Desa.
Namun, tak berapa lama tiba-tiba tubuhnya membiru dan terkapar jatuh. Kumtua Sebina meninggal seketika. Kondisi tubuhnya seperti hangus terbakar. Sudah jelas Kumtua Sebina diracun.
Pengadilan desa memutuskan, Marten Karengkom harus diusir dari kampung Patemboan. Rumahnya dibakar massa. Dan Marten bersama istri dan anaknya mengungsi di kaki Gunung Soputan.
Kehadiran David membuat keresahan baru di Desa Patemboan. Pendeta Edward mengecam kehadiran Pendeta muda David yang ingin mengembalikan Marten ke Desa Patemboan.
David yang dianggap terlalu masuk jauh dalam situasi kampung Patemboan, pun mengalami banyak keanehan.
Merekapun mempercepat ritual pengorbanan bayi di sebuah goa Mariara di kaki gunung Soputan.
Fakta menarik tentang film Mariara
Mantra-mantra yang digunakan dalam film ini ternyata adalah mantera yang benar-benar dipakai para dukun santet di Minahasa. Hal ini karena, Sutradara benar-benar melakukan penelitian hingga pernah ikut dalam ritual Mariara yang sesungguhnya.
Mungkin salah satu film terlama yang dibuat di Indonesia adalah film Mariara. Di mulai dari persiapan atau praproduksi pada tahun 2018, hingga proses syuting yang dilakukan di tahun 2019, produksi film ini mengalami kemacetan.
Produser Film Melan Rumintjap kepada media mengatakan bahwa, penyebab mandeknya produksi film dikarenakan banyak kendala, yakni medan lokasi syuting yang terlalu berat, hingga kendala Covid 19 yang terjadi di tahun 2020, membuat film ini sempat terhenti begitu lama.
“Meski ada banyak sekali halangan, tekad kami sangat kuat untuk membuat karya dan memperkaya khasanah perfilman nasional dari Sulawesi Utara,” jelas Melan.
Setelah masa pandemi Covid 19 lewat, masalahnya ada sejumlah pemain yang sudah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa, sehingga harus dilakukan sejumlah penyesuaian agar film ini bisa dilanjutkan.
Melan tidak menampik adanya kendala-kendala yang sifatnya mistis, karena kata Mariara ini seharusnya tidak dibicarakan di tempat umum.
“Memang setiap kali kami ingin menuntaskan film ini, selalu ada saja kendala yang datang. Seperti ada pemain yang tidak mau lagi melanjutkan syuting padahal scenenya sudah banyak yang di take. Bahkan ketika di post production, sering sekali terjadi file error tanpa sebab yang masuk akal,”kata Melan yang juga lulusan Doktor UI ini.
Dengan doa dan dukungan dari masyarakat Sulawesi Utara dan seluruh masyarakat di manapun, Film besutan sutradara Veldy Reynold dan alm. Jeffrey Luntungan, akhirnya bisa tuntas diproduksi, dan bisa diterima oleh XXI untuk siap tayang, meski kompetisi di XXI sangat ketat.
“Kami patut memberikan apresiasi besar kepada XXI yang sudah melihat secara obyektif film ini, yang meskipun diproduksi oleh anak-anak daerah dengan konten materi kearifan lokal, namun XXI sangat terbuka dan obyektif memberikan ruang untuk berkembangnya perfilman nasional dari daerah,” tandas perempuan bernama asli Merdy Rumintjap.
Film Mariara ini adalah film dengan genre horror thriller, mengangkat kisah urban legend, mengambil latar belakang budaya Minahasa yang sarat dengan kekristenan.
Film ini menawarkan alternatif tontonan yang berbeda dari biasanya, karena meski disajikan dengan menggunakan bahasa melayu Manado (tentu dengan subtitle bahasa Indonesia), film Mariara digarap cukup apik dengan tempo yang cukup cepat dengan durasi kurang lebih 1 jam, 37 menit.
Dari sisi cerita, menurut sutradara, Veldy Reynold, Film Mariara digarap dengan menggunakan struktur cerita multiplot.
Film ini memancing logika berpikir dari penonton, meski penyajiannya cukup sederhana dengan perpindahan scene yang cepat.
Sudah Siap Tayang Dalam dan Luar Negri
Film Mariara akan tayang pada 28 November 2024, yang sejatinya film ini masuk dalam daftar tunggu tayang 2025, gerak cepat tim produksi melakukan pendekatan tidak hanya didalam negri agar dapat segera tayang, juga pendekatan kepada komunitas masyarakat Indonesia, khususnya komunitas Manado disejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, Eropa, dan Asia, membuahkan hasil baik, bahwa film Mariara pun akan tayang dimanca negara pada Januari 2025.
Untuk kian gencar mempromosikan film ini, tim produksi pun akan mengadakan sejumlah kegiatan, diantaranya lomba konten, untuk informasi lebih jelas dapat mengunjungi media sosial film Mariara : tiktok @mariara.film, IG @mariara_film, dan FB Mariara The Movie. (DED)
Be the first to comment