Dr. John Palinggi : Indonesia Berbahaya Lockdown, Kita Harus Bersatu Padu Bersama Pemerintah Menghadapi Covid-19

Media Trans – Wabah pandemi Covid-19, berdasar catatan kompas.com per Minggu (29 Maret 2020) pukul 12.00 WIB hingga Senin pukul 12.00 WIB, jumlah pasien positif Covid-19 sebanyak 1.414 orang, 122 meninggal, 75 sembuh.

Salah satu alternatif cara menangani Covid-19, adalah wacana lockdown. Polemik wacana lockdown agar diterapkan di Indonesia, sebagaimana dilakukan disejumlah negara yang juga mengalami pandemi Covid-19, tidak kunjung mereda.

Pemerintah, sebagaimana ketentuan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 60 mempunyai kewenangan menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang mekanisme pemberlakuan Karantina Wilayah, demikian juga dengan kewenangan mengatur pembatasan sosial berskala besar.

Menko Polhukam Prof. Mahfud MD, beberapa hari lalu telah mengeluarkan pernyataan, bahwa pemerintah akan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang karantina kewilayahan, yang akan membatasi perpindahan orang, membatasi kerumunan orang, dan membatasi gerakan orang demi keselamatan bersama.

“Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan apa yang disebut karantina kewilayahan. Besok itu akan diatur, kapan sebuah daerah itu boleh melakukan pembatasan, apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan, dan bagaimana prosedurnya agar ada keseragaman policy tentang itu,” ujar Menko Polhukam Moh. Mahfud MD, sebagaimana dikutip dari www.kominfo.go.id.

Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo, pada hari Senin (30 Maret 2020), menegaskan tentang pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi,” demikian dinyatakan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas COVID-19, disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30 Maret 2020).

Berdasar ketentuan UU Kekarantinaan Kesehatan, pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Pembatasan ini merupakan respons dari kedaruratan kesehatan masyarakat.
Selain itu, pembatasan sosial berskala besar juga meliputi sejumlah poin. Di antaranya peliburan sekolah dan tempat kerja hingga pembatasan kegiatan di tempat umum.

Berikut kutipan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU KK), bagian yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Pasal 59
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(4) Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar
berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Politisi yang juga Ekonom Senior Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF), Prof. Dr. Didik J. Rachbini, mengeluarkan pernyataan keras terhadap sikap pemerintah yang dikatakannya lelet dalam menangani Covid-19.

“Pak Jokowi jangan angkuh, bilang tidak ada lockdown. Segera lockdown demi selamatkan warga. Penyebaran virus Corona itu seperti deret kali, sementara keputusan pemerintah bak deret tambah. Ada mismatched, masalah berjalan kencang, sementara pemerintah lelet,” ujar Didik sebagaimana dirilis ekonomi.bisnis.com Minggu (29 Maret 2020).

Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Dr. John N. Palinggi, MM., MBA, menyatakan ketidaksepakatannya atas pernyataan Didik J. Rachbini, sebagaimana disampaikan John kepada mediatransformasi.com, saat dimintai tanggapannya melalui WA kemarin malam.

“Saya tidak sepakat itu pernyataan sahabat saya, Prof Didik J. Rachbini, apalagi dia mengatakan Pak Jokowi jangan angkuh, dia seperti memaksa Presiden Jokowi segera memberlakukan lockdown. Saya yakin pemerintah melalui jajaran aparaturnya, pasti dapat menangani masalah Covid-19 ini. Apalagi Presiden Jokowi sudah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan akan segera keluar Peraturan Pemerintah nya” demikian ditegaskan John Palinggi.

Lebih lanjut John Palinggi yang juga seorang pemerhati kebijakan strategik, menegaskan bahwa lockdown tidak bisa diterapkan di Indonesia, secara khusus mengingat Indonesia negara kepulauan, terdiri dari banyak pulau yang terpisah oleh lautan.

“Bila langkah lockdown diterapkan, jelas berbahaya bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan, terpisah lautan, bila ada agitasi jelas kita tidak akan siap” demikian ditegaskan John Palinggi yang juga kerap menjadi narasumber di sejumlah lembaga strategis.

John Palinggi sebagai pengusaha mengingatkan, agar jangan ada niatan atau upaya mengambil keuntungan perorangan maupun kelompok tertentu, dibalik tuntutan pemberlakuan lockdown.

“Kita harus bersatu padu bersama pemerintah menghadapi Covid-19 ini, tidak boleh ada siapapun perorangan maupun kelompok yang memaksa pemerintah untuk mengikuti keingingannya, apalagi memaksa diberlakukan lockdown, dan mencoba mengambil keuntungan dari pemberlakuan lockdown” pungkas John Palinggi. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*