Media Trans – Kementerian Agama Republik Indonesia dan Institut Leimena menyelenggarakan webinar internasional, bertajuk “Peran Keluarga Agama-agama Abrahamik dalam Meningkatkan Perdamaian di Dunia”, pada Selasa, 27 Oktober 2020 malam pukul 18:30-20:30 WIB.
Webinar internasional mendapat respon antusias partisipan dari banyak negara, termasuk dari Javier Piedra, Pejabat Administrator USAID Wilayah Asia. Javier Piedra, menurut keterangan Matius Ho pemandu webinar, antusias terhadap tema webinar, hingga langsung menghubungi pihak Institut Leimena dari kantor pusat USAID di Washington DC, dan menyampaikan bahwa tema webinar yang dibahas, bagi USAID dan pemerintah Amerika sangat penting, dan merupakan prioritas utama USAID sekarang ini.
“Not only the theme is important, but building the interfaith dialogue in collaboration such as this, are top priority for USAID” ujar Javier Piedra.
Webinar yang menghadirkan tokoh agama Islam, Kristen, dan Yahudi ini, diharapkan dapat membangun dialog dan relasi yang lebih baik antar pemeluk ketiga agama Abrahamik ini demi perdamaian dan kemajuan peradaban manusia, demikian dijelaskan melalui rilis media Institut Leimena.
Islam, Kristen, dan Yahudi sebagai agama-agama samawi atau semitik sering juga disebut sebagai agama-agama Abrahamik atau Ibrahimiah, karena kesamaan leluhur mereka pada sosok patriark Abraham atau Ibrahim. Dengan jumlah umat melampaui separuh penduduk dunia dan kian bertambah, hubungan di antara mereka berpengaruh besar bagi perdamaian dunia.
Dalam sejarah, kehidupan bersama yang damai serta diwarnai kerjasama antar pemeluk agama Islam, Kristen, dan Yahudi telah membawa banyak kemajuan dalam peradaban. Sebaliknya, ketegangan dan konflik di antara mereka seringkali menyebabkan stagnasi peradaban, bahkan kemunduran yang disertai korban yang tak terhitung jumlahnya.
Ironisnya, sejarah juga menunjukkan bahwa terlepas dari kaitan mereka sebagai keluarga agama-agama Abrahamik, pemeluk ketiga agama monoteistik terbesar ini seringkali tidak terlalu saling mengenal satu dengan yang lain, bahkan tidak jarang mengalami ketegangan hingga konflik. Dengan bertambahnya jumlah pemeluk dan menguatnya identitas agama, maka potensi konflik pun meningkat. Webinar internasional ini merupakan upaya membangun dialog untuk saling mengenal dan menghormati antar pemeluk agama Islam, Kristen, dan Yahudi.
Upaya ini menindaklanjuti seruan Bapak Menteri Agama Fachrul Razi bahwa “Tugas utama kita adalah mencari titik-titik temu sebagai keluarga besar agama-agama Abrahamik untuk dapat bekerjasama demi perdamaian dan kemajuan peradaban manusia.” Hal ini sejalan dengan amanat Pembukaaan UUD 1945 untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Oleh karena itu, webinar ini merupakan bentuk tanggungjawab moral dan konstitusional bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam mendukung perdamaian dunia. Webinar ini diharapkan dapat ikut mendorong dialog-dialog antar tokoh ketiga agama Abrahamik ini untuk menggali modal spiritual dan kultural yang dimiliki, serta upaya bersama yang dapat dilakukan, untuk meningkatkan perdamaian dan memajukan peradaban manusia.
Menteri Agama Fachrul Razi, menyampaikan kata sambutan dan membuka webinar, kata sambutan lainnya disampaikan oleh Presiden Institut Leimena Jakob Tobing, Senior Fellow Institut Leimena Dr. Alwi Shihab. Narasumber yang hadir: Syekh Abdallah Bin Bayyah (Ketua Umum Dewan Fatwa Uni Emirat Arab dan Presiden Forum for Promoting Peace in Muslim Societies), KH Said Aqil Siroj (Ketua Umum Nahdlatul Ulama), Prof. Dr. Abdul Mu’ti (Sekretaris Umum Muhammadiyah), Pdt. Gomar Gultom, M.Th (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Kardinal Ignatius Kardinal Suharyo (Ketua Konferensi Waligereja Indonesia), dan Rabbi David Rosen (Direktur Internasional Hubungan Lintas Agama, American Jewish Committee).
Menteri Agama Fachrul Razi mengemukakan, tema webinar adalah kelanjutan dari Abrahamic Faiths Roundtable yang pertama pada tanggal 22 Juli 2020, dalam kesempatan tersebut, Menag Fachrul Razi telah mengutarakan pemikiran bahwa “Tugas Utama Kita adalah mencari titik-titik temu sebagai Keluarga Besar Agama-Agama Abrahamik untuk dapat bekerja sama demi Perdamaian dan Kemajuan Peradaban Manusia”.
Semua agama mengajarkan kebaikan kepada para pemeluknya. Semua agama mendorong umatnya untuk mewujudnyatakan nilai-nilai agama dan kebajikan dalam hidup dan kehidupan mereka, baik sosial, politik, udaya, ekonomi, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan semua agama juga mengajarkan akan adanya kehidupan yang lebih abadi, di akhirat kelak.
Ajaran eskatologi agama-agama penting untuk memotivasi para pemeluk agama agar mereka berbuat kebaikan dan kemulian sepanjang hidupnya di dunia. Tiga agama yakni Yahudi, Kristen, dan Islam yang dikenal sebagai agama-agama Abrahamik, ketiganya mengakui dan menempatkan tokoh Abraham, bukan hanya dalam jalinan hubungan keturunan darah daging tetapi lebih-lebih sebagai teladan dan contoh Tokoh Beriman bagi ketiga komunitas agama.
Namun demikian, kita juga mengetahui dan mengakui dalam sejarah agama-agama bahwa hubungan dan relasi antara ketiga agama Abrahamik tersebut tidaklah selalu hidup dalam kedamaian karena hadirnya berbagai perbedaan kepentingan yang ikut bersamanya: entah karena kepentingan yang bersifat politik, ekonomis, sosial budaya, dan bahkan keamanan (security). Perbedaan kepentingan tersebut telah ikut mengganggu hubungan dan relasi antara agama-agama Abrahamik tersebut. Perdamaian dunia ikut terganggu oleh karena hubungan dan relasi yang tidak harmonis tersebut. Kita sebut salah satu contoh bagaimana persoalan relasi dan hubungan antara Israel dan Palestina, di mana di wilayah ini lahir dan hidup anakanak keturunan Abraham dan hidup ketiga komunitas agama Abrahamik; tetapi kita terus menyaksikan bahwa perdamaian di wilayah ini belumlah selesai dan tuntas sebagaimana yang kita harapkan dan impikan bersama.
Tantangan agama-agama Abrahamik akhirnya adalah bagaimana ketiganya dapat ikut berkontribusi bagi tercipta dan terawatnya perdamaian dunia khususnya di antara para pemeluk ketiga agama tersebut. Cita-cita ini hanya akan dimungkinkan jika ketiganya bergerak bersama mencari lebih banyak titik-titik temu daripada titik perbedaan, menggali dan menemukan kekuatan bersama yang memiliki kemampuan untuk bertemu dan bekerja bersama membangun kehidupan yang lebih harmonis, bermartabat, dan beradab.
Saya pikir kita punya kesamaan pendapat, bahwa tidak akan ada perdamaian tanpa komunikasi. Padahal, situasi politik pada saat ini belum memungkinkan kita untuk berkomunikasi yang bebas melalui jalur negara. Di sinilah peran strategis yang dapat diambil oleh Abrahamic Faith Round Table ini karena kita hampir tidak punya hambatan dalam berkomunikasi. Bahkan kita punya ikatan keturunan agama yang membuat kita dekat, pungkas Menag Fachrul Razi.
Presiden Institut Leimena, Drs. Jakob Tobing, MPA, mengawali webinar mengatakan, “Kami mengacu pada pengalaman kami sebagai bangsa yang sangat beragam, terdiri dari ratusan suku dan bahasa yang hidup di puluhan pulau. Kami adalah negara terpadat keempat di dunia. Sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Sebuah negara demokratis berdasarkan Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kami adalah saksi, bahwa membangun komunikasi dan menjaga hubungan baik di tengah perbedaan, menyediakan jalan dan peluang untuk mengatasi berbagai tantangan dan bahkan membangun kerja sama untuk bersama baik”.
Kami percaya bahwa kami, yang memiliki kepercayaan yang sama dengan keturunan Abraham, jika kami berhasil membangun komunikasi yang saling menghargai, tentunya bisa mengatasi perbedaan bahkan perselisihan yang terjadi di antara kita. Hanya komunikasi yang saling menghargai yang bisa memberikan yang adil dan langgeng solusi untuk setiap masalah di antara kita. Oleh karena itu, melalui pertemuan seperti ini, mari kita bantu membangun perdamaian di dunia, termasuk di Timur Tengah, lanjut Jakob Tobing yang pernah 3 dekade menjadi Anggota DPR, dan juga pernah menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Korea Selatan.
Sedangkan Dr. Alwi Shihab, mantan Menteri Luar Negeri, yang juga Senior Fellow Institut Leimena, Dr. Alwi Shihab menyampaikan pandangannya, Kita semua setuju bahwa perdamaian adalah komoditas yang sangat berharga bagi kita semua. Semua agama besar yang hidup, yang diwahyukan atau tidak diturunkan, memiliki komitmen kuat untuk perdamaian. Ini adalah bahkan lebih setia pada ketiga iman Abraham; Yudaisme, Kristen dan Islam.
Namun, dengan penyesalan yang mendalam, Kedamaian telah disembunyikan oleh sejumlah tujuan lain dan tujuan, bertentangan dengan prinsip utama agama masing-masing.
Sejarah peristiwa dunia selama beberapa dekade terakhir membuktikan fakta bahwa masih ada lagi kecurigaan, ketidakpercayaan, permusuhan, kebencian dan kemarahan di antara orang-orang beriman milik ketiganya Iman Abrahamic dari yang lain.
Alasannya adalah karena tujuan utama kelompok tertentu dari keluarga Ibrahim, didorong dengan tujuan supremasi dan dominasi daripada koeksistensi dan kerjasama.
Realitas yang tidak menyenangkan seperti itu membuat kita menyadari perlunya menemukan cara untuk kembali ke dasar kita komitmen dan tujuan, yaitu menghidupkan dan memperbaharui nilai-nilai bersama untuk kemapanan perdamaian, Shalom, dan Salam, terang Alwi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 2004-2005. (DED)
Be the first to comment