Media Trans – Seiring semakin terkendalinya laju pandemi Covid-19 tren melandai, pelonggaran banyak terjadi, dan pergerakan perekonomian mulai terasa.
Namun demikian, banyak analis serta pemerintah menyampaikan, bahwa tahun 2023 akan terjadi kegelapan ekonomi, resesi global akan menyeruak, sebagai dampak dari perang ataupun pandemi Covid-19 yang sudah 3 tahun.
Realitas bisnis dan investasi diwarnai dengan terjadinya pengurangan pegawai ataupun PHK besar-besaran, serta tumbangnya sejumlah usaha brand e-commerce, sebut saja yang dialami Amazon, Spotify, JD.ID, dan sejumlah lainnya.
Handi Irawan seorang praktisi usaha yang juga pakar branding, kepada redaksi menyampaikan ulasannya tentang kondisi sunset bisnis e-commerce.
“Memperhatikan realitas e-commerce saat ini, pertama, dari segi industri, demand, size, dan growth nya, industri ini sangat baik sekali, pada tahun ini e-commerce sudah bernilai 50 miliar US dollar” ujar CEO Frontier.
Dari perspektif pertumbuhan bisnis, dikatakan Handi sangat baik, rata-rata pertumbuhannya dalam 5 tahun terakhir, sangat melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.
“Bahkan ada pada tahun-tahun tertentu, pertumbuhannya mencapai lebih dari 40 persen pada masa Covid-19” lanjut alumni IPB.
Handi memaparkan bahwa, kalau dari size luar biasa besar, dan pertumbuhannya cukup besar, tapi mengapa ada beberapa yang mengapa harus tutup?
Begini penjelasan Handi, “Kalau kita lihat memang, satu, pasti karena faktor kompetisi. Begitu menariknya industri ini, tiba-tiba pemain besar masuk, dan mereka berkompetisi. Kedua, sebagian besar pemain-pemain yang besar ini, menyadari bahwa game dari industri ini adalah skala ekonomi, dan nanti pemenangnya juga mungkin barangkali hanya Top 3 aja, diluar Top 3 tidak akan menjadi pemain yang berarti di masa mendatang, atau sulit mendapatkan daya tahan” ulas alumni Executive Program Harvard Business School dan Kellog School of Management.
Ulasan Handi selanjutnya mengemukakan bahwa, “Akibatnya nomer 1 dan 2 tadi, dengan kompetisi seperti itu, dan dengan kesadaran mereka harus menjadi Top 3, tidak mengherankan kemudian, yang ke 3, mereka mulai membakar uang dengan luar biasa, dan jumlah fund yang diperlukan sangat besar, kemudian yang ke 4, akibatnya margin sangat tipis, bahkan growth profit yang sangat tipis tidak mampu menutup, akhirnya kerugiannya luarbiasa besar” ujar pendiri Majalah Marketing yang terkemuka.
“Otomatis, dampak akhir dari kondisi tersebut, ada beberapa pemain yang berpikir, pertama dari sisi investor, apakah mereka harus mengucurkan dana investasi lagi? apakah suatu saat akan kembali? dan sebagainya. Otomatis pada titik seperti ini, beberapa pemain diluar Top 3, termasuk JD.ID yang kemarin tutup, mulai memikirkan setelah mereka kehilangan uang lebih dari 1 triliun, apakah mereka akan kembali mengucurkan uangnya itu, dan mereka menyadari kalau dikucurkan 1-2 triliun pun, belum tentu game nya akan berakhir, saya rasa ini keputusan yang sulit, tapi seperti halnya JD.ID, lebih banyak memutuskan menutup, kalau Bukalapak melakukan repositioning, dia lebih fokus B2B, kemudian beberapa pemain lainnya, masih bertahan seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, dan Lazada, mereka dibackup investor besar-besar dibelakangnya” jelas Handi.
“Saya yakin ke depannya, mereka akan memikirkan margin bersama-sama, ketika jumlah pemain sudah tidak banyak, sebagian akan duduk bersama, kemudian meningkatkan growth profit nya, apalagi kalau mereka sudah IPO, mereka dituntut investor untuk segera profit, dan ke depan akan ada beberapa pemain saja yang profitable, sehingga terjadi konsolidasi terhadap industri itu” papar Handi.
Menurut Handi, realitas sunset bisnis e-commerce adalah suatu kewajaran dalam suatu industri yang berkembang, ada beberapa yang tumbang, karena melihat return nya sudah tidak memadai lagi kalau mereka kucurkan uang lebih banyak lagi.
Mengenal Figur Handi Irawan D.
Bernama lengkap Handi Irawan Djuwadi, lahir di Solo 1 April 1964, dikenal sebagai seorang pengusaha dan pakar pemasaran, strategi dan digital, demikian informasi pada handiirawan.com.
Handi dikenal sebagai CEO & Founder FRONTIER, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Riset, Pemasaran, Teknologi dan Digital, juga dikenal sebagai inisiator hari-hari penting marketing di Indonesia.
Pria alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Food Technology, lulus pada tahun 1987, meraih gelar MBA di IPMI Business School pada tahun 1990.
Pada tahun 1991, Handi Irawan melanjutkan studi ke University of New South Wales dengan jurusan marketing dan meraih gelar Master of Commerce in Marketing pada 1993. Setelahnya, ia mengikuti program doctoral selama 2 tahun.
Di tahun 2006, ia juga mengikuti Executive Program di Harvard Business School dan Kellogg School of Management.
Pada tahun 2012, Handi Irawan mendapatkan penghargaan dari pemerintah Australia, yaitu Australian Alumni Award di bidang entrepreneurship.
Handi Irawan D. adalah sosok di balik penghargaan-penghargaan bergengsi baik bagi perusahaan maupun individu, sebut saja Top Brand Award, Service Quality Award, Corporate Image Award serta Indonesian Customer Satisfaction Award.
Ia juga menginisiasi berbagai hari penting di Indonesia seperti Hari Pelanggan Nasional, Hari Marketing Indonesia, Hari Media Sosial dan Hari Inovasi. (DED)
Be the first to comment