Media Trans – Ketua Umum KADIN DKI Jakarta Diana Dewi, terkait wacana penerapan pajak layanan via ojek online dan online shop oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mengingatkan agar Pemprov DKI Jakarta berhati-hati dalam menyusun kebijakan pengenaan pajak layanan terhadap ojek online (ojol) maupun online shop (olshop).
“Jangan sampai warga atau konsumen jadi korban karena pengenaan pajak berganda atas dua subjek tersebut. Hingga saat ini rencana pengenaan pajak terhadap layanan ojol dan olshop masih kontroversial. Di satu sisi, pengenaan pajak tentu akan berdampak pada kenaikan pendapatan daerah. Namun, di sisi lain hal tersebut membuka ruang terjadinya pungutan pajak ganda yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Tentunya pajak-pajak itu akan sangat berdampak pada beratnya beban bagi masyarakat sebagai pengguna ojol dan olshop,” jelas Diana sebagaimana rilis laman pajak.com (26/10).
Diana menekankan agar Pemprov DKI Jakarta, mengkaji secara komprehensif usulan pengenaan pajak atas layanan ojol maupun olshop.
“Perhatikan sisi aturan maupun eksternalitas negatifnya, seperti potensi peningkatan harga konsumen, anjloknya daya beli, lalu menurunnya pertumbuhan ekonomi regional dan nasional” ujar Diana.
Lebih lanjut Diana menyampaikan, “Sekali lagi, pastikan usulan kebijakan pajak (daerah) tidak bertabrakan dengan kewenangan pemerintah pusat. Sebab perusahaan penyedia ojol maupun olshop pada umumnya berskala nasional. Karena itu, harus ditelisik aturannya secara jelas. Jangan hanya karena mengejar kenaikan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari pajak, (melanggar) aturan. Sebagai pengusaha, saya menyarankan agar Pemprov DKI lebih berhati-hati memberlakukan pajak terhadap ojol dan olshop ini, jangan sampai warga, konsumen, pengguna jasa jadi korban,” tandas Diana.
KADIN DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI, berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat untuk memisahkan pajak yang menjadi kewenangan masing-masing.
“Sebenarnya hal tersebut sudah tertuang dalam UU HKPD (Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah). Dalam regulasi itu telah ada pemisahan jelas terhadap obyek pajak pusat dan objek pajak daerah,” terang Diana.
Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemprov DKI Jakarta Lusiana Herawati mengungkapkan, pihaknya telah undang operator jasa dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bahas usulan pengenaan pajak atas layanan ojol dan olshop.
“Pemerintah daerah telah mengundang operator jasa dan juga menghubungi Ditjen Pajak (Direktorat Jenderal Pajak/DJP) Kementerian Keuangan untuk berkoordinasi lebih lanjut terkait usulan pungutan pajak di sektor perdagangan online. Pasti (kami berkoordinasi), karena regulasi perpajakan kewenangan pusat, dalam hal ini Kemenkeu dan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) juga (terkait pajak daerah),” ungkap Lusiana, sebagaimana dirilis pajak.com.
Lusiana pun memastikan, Pemprov DKI Jakarta tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan suatu objek pajak daerah.
Untuk itu, pembahasan bersama Kemenkeu terus dilakukan agar penarikan pajak daerah tepat sasaran dan berkeadilan.
“Digitalisasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks perpajakan. Adanya peradaban baru yang didorong oleh teknologi digital membawa potensi baru untuk pengumpulan pajak pusat dan pajak daerah. Kami yakin, pendapatan dari aplikasi dapat membawa dampak positif bagi daerah,” jelas Lusiana.
Pemprov DKI Jakarta memetakan tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk merespos perubahan itu.
Pertama, digitalisasi memberikan alternatif instrumen ekstensifikasi (perpanjangan) pajak pada transaksi perdagangan elektronik (e-commerce).
Di banyak negara, hal ini merupakan sumber potensial pajak yang cukup signifikan.
Kedua, adanya isu pengenaan pajak berganda.
Ketiga, filosofi pajak di tengah masyarakat. Pajak sebagai alat penyeimbang dari dampak negatif usaha, kegiatan, ataupun aktivitas masyarakat yang beroperasi di DKI Jakarta.
Kemenkeu menyampaikan usulan skema terhadap persoalan pajak layanan pada ojol dan olshop.
“Skema yang bisa digali adalah kerja sama. Misalnya, ketika ada transaksi makanan, dengan omzet tertentu, bisa langsung ditarik pajak restoran dan diserahkan ke pemerintah daerah. Itu hal yang bisa digali ke pendapatan. Jadi, kalau (memungut) pajak ojol, jangan serta-merta. Tapi, dilihat titik-titik mana yang bisa sesuai dengan regulasi dan tidak tumpang tindih. Kalau memang mau diberlakukan, harus jelas, mana yang jadi objek pajak pusat dan mana pajak daerah. Sekali lagi, prinsip pajak itu tidak boleh berganda. Itu prinsip utamanya,” jelas Sandy Firdaus Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, memberi saran skema. (DED)
Be the first to comment