Media Trans – PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia) meresmikan Media Center PGI pada 14 Maret 2024, yang diawali dengan menggelar diskusi membahas lontaran pernyataan Menteri Agama tentang KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama, yang sontak menjadi polemik bagi masyarakat kristen umumnya, mengingat selama ini pencatatan pernikahan kalangan kristen dilakukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
Diskusi diadakan di lt 3 Grha Oikoumene Kantor PGI Jl Salemba Raya No 10 Jakarta Pusat, mengundang hadir narasumber mewakili Dirjen Bimas Kristen Protestan – Direktur Urusan Agama Kristen Pdt. Amsal Yowei, SE, M.Pd.K, Drs. Akhmad Sudirman Tavipiyono, MM, MA Direktur Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil – Ditjen Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kemdagri, dan Jhony Simanjuntak (mantan Komisioner Komnas HAM, Ketua Pokja Hukum PGI), dengan Pendeta Henrek Lokra sebagai moderator.
Sementara audiens hadir sejumlah pengurus PGI, perwakilan sinode gereja, perwakilan mitra PGI, dan puluhan jurnalis.
Sekum PGI, Pdt. Jacky F. Manuputty, menyampaikan bahwa PGI belum menentukan sikap mengenai wacana terkait Kantor Urusan Agama (KUA) untuk semua agama.
“Banyak anggota gereja atau sinode sudah menanyakan seperti apa sikap PGI atas wacana ini? Kami PGI belum menentukan sikap sebab gagasan tersebut kami nilai belum jelas, dan gagasan ini keluar dari Menteri Agama, tanpa adanya komunikasi dengan lemabaga-lemabaga agama,” ujar Pdt. Jacky, saat diskusi bertajuk “KUA Untuk Semua Agama: Sikap Gereja?”, yang berlangsung di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (14/03/2024).
Meski begitu Pdt Jacky menyayangkan wancana tersebut, sebab secara sejarah KUA memiliki filosofi yang berbeda, dan tidak bisa disamakan dengan pelayanan kepada masyarakat non muslim.
“Banyak kalangan berpendapat, pencatan nikah non-Muslim di Dukcapil selama ini berlangsung baik-baik saja, mengapa harus dipindahkan ke KUA?,” lanjut Pdt. Jacky.
Pdt Jacky mengungkapkan bahwa gagasan KUA terbuka untuk semua agama, telah menjadi perdebatan pada masyarakat non muslim.
“Gagasan KUA terbuka untuk agama lain, ini menjadi perdebatan di kalangan masyarakat non muslim. Dan banyak umat gereja yang melihat wacana KUA tersebut, akan menggerus peran gereja dalam pernikahan bagi umat gereja itu sendiri,” ujar Pdt Jacky.
“Gereja-gereja selama ini merasa lebih nyaman mencatatkan pernikahan di Dukcapil, dibandingkan di KUA. Dengan wacana ini terkesan ingin menyamakan konsep-konsep agama-agama dalam KUA yang kurang tepat,” tukas Pdt Jacky.
Lanjut penjelasan Pdt. Jacky, dikatakan wacana KUA untuk semua agama masih diperdebatkan urgensinya, dalam hal pelayanan pemerintah untuk menjamin kebebasan beribah seusai kepercayaan masing-masing.
“Kami berharap ada pertemuan langsung tatap muka antara Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dengan pimpinan masing-masing lembaga keagamaan, agar tidak semakin menjadi polemik di tengah masyarakat,” jelas Sekum PGI.
Direktur Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, Tavip mengemukakan bahwa dirinya ditugaskan untuk menjelaskan tentang tugas kementerian dalam negri terkait pencatatan pernikahan, dirinya tidak dapat menyampaikan sikap Kemdagri terhadap pernyataan Menag Gus Yaqut tentang pencatatan pernikahan semua agama di KUA.
Tavip menjelaskan bahwa selama ini instansinya mengurusi pencatatan pernikahan masyarakat non muslim, sedangkan untuk muslim pencatatan di KUA.
Sedangkan Direktur Urusan Agama Kristen Pdt Amsal Yowei menyampaikan bahwa, program Revitalisasi Layanan KUA untuk Semua Agama, bagian dari 7 program prioritas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Pdt Amsal mengemukakan bahwa enam program prioritas lainnya, yakni: Penguatan Moderasi Beragama, Kemandirian Pesantren, Transformasi Digital, Cyber Islamic University, Religiosity Index dan Tahun Toleransi Beragama.
Penjelasan Menag Gus Yaqut
Pdt Amsal menjelaskan gagasan Menteri Agama terkait KUA sebagai Pusat Layanan Keagamaan.
“Gagasan ini bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat, dalam mengakses layanan yang diberikan pemerintah, terutama bagi masyarakat dengan keterbatasan akses,” jelas Pdt Amsal mengutip Menag Yaqut.
Menurut Menag Yaqut, Revitalisasi KUA dibuat untuk mengakomodir keperluan masyarakat, sehingga mempermudah pemerintah memberi pelayanan kepada mereka dan Warga negara mendapatkan perlakuan yang sama, apapun latar belakangnya dalam hal pelayanan.
Menag Yaqut menilai perlu ada perubahan UU No 24 tahun 2014 tentang administrasi kependudukan, yang salah satunya terkait pencatatan nikah atau MoU dengan Kemendagri, untuk menjadikan KUA sebagai pusat pecatatan nikah.
Menag menekankan, bahwa layanan KUA tidak terbatas pada layanan pernikahan, banyak layanan lain yang bisa didapatkan umat nanti di KUA.
“Dan nantinya ini juga membantu pemerintah dalam hal ini kemendagri agar administrasi dalam hal pernikahan, perceraian, talak dan rujuk, itu bisa lebih simple dan mudah,” tukas Pdt Amsal.
Lebih lanjut Pdt Amsal menjelaskan Skema Pencatatan Calon Pengantin Kristen, yang diawali dengan calon pengantin berproses di gereja terkait pembinaan, pengukuhan/ pemberkatan, serta penerbitan surat nikah gereja, setelah itu ke KUA untuk mencatat/mendata melalui SIMKAH, dan berakhir dengan penerbitan buku nikah.
“Tahapan pencatatan untuk calon pengantin Kristen, yakni pemohon mendatangi gereja dan melangsungkan pembinaan pra nikah. Gereja memfasilitasi calon pengantin untuk dilakukan pembinaan pra-nikah,” ujar Pdt Amsal.
Setelah dilakukan pembinaan oleh gereja, tambah Amsal, pemohon mendatangi KUA untuk selanjutnya melakukan pemberkasan dan pengisian persyaratan yang dilakukan oleh petugas melalui aplikasi SIMKA.
Persfektif Kemenag ingin membawa KUA untuk semua agama. Selama ini ada pemikiran kuat di kalangan muslim bahwa KUA khusus untuk muslim. Ini perlu merombak semua struktur. Itu betarti KUA akan dicopot dari Dirjen Bimas Islam,” ujarnya.
Gagasan ini gagasan reformasi, yang harus kita dorong. Agar negara mengerti gereja bukan sebaliknya. Ini refleksi bahwa dirjen bimas Kristen itu cermin negara bukan sebaliknya.
Peraturan agama untuk fungsi KUA, ada 40 fungsi KUA. Salah satu pencatatan pernikahan. Pernikahan Islam berbeda dengan pernikahan agama Kristen. Bagaimana mengakomodir pernikahan Islam dan agama lain di sebuah kantor.
“Ini persoalan praktikal bukan substantif, ini dalam optomilisasi layanan umat di KUA. Faktanya ada KUA pekerjaan sedikit di daerah mayoritas bukan agama Islam,” terangnya.
Peresmian Media Center PGI
Usai diskusi mengenai KUA, acara berlanjut ke areal parkir dalam gedung Grha Oikoumene, untuk prosesi peresmian Media Center PGI. Ruangan ex kantin kini menjadi ruangan bagi para pewarta.
Simbolik peresmian dilakukan Ketum PGI Pdt Gomar Gultom, didampingi Sekum PGI Pdt Jacky Manuputty, dan Direktur Urusan Agama Kristen Ditjen Bimas Kristen Protestan Pdt Amsal.
Sekum PGI Pdt Jacky menjelaskan bahwa Media Center PGI akan dikoordinasikan oleh Yakoma PGI, terbuka bagi semua kalangan jurnalis, khususnya jurnalis kristen.
“Pada akhirnya PGI memfasilitasi tempat untuk mendukung kegiatan dari teman-teman jurnalis Kristen dalam membentuk dan mengembangkan pemberitaan-pemberitaan baik untuk jurnalis Kristen maupun teman-teman jurnalis lainya. Silahkan nanti ruangan difungsikan dengan baik. Meski tidak luas, tapi kami sudah menyediakan Wifi, komputer dan pendukung lainnya,” tandas Sekum PGI Pdt. Jacklyn F. Manuputty. (DED)
Be the first to comment