Polemik BOT RS PGI Cikini, Saksi Ahli, Dr. Maruarar Siahaan, SH : Dokter, Tenaga Kesehatan, dan Masyarakat Pihak Berkepentingan Yayasan Rumah Sakit

Media Trans Rumah Sakit Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jl. Raden Saleh Raya No. 40 Cikini Jakarta Pusat, dikenal sebagai Rumah Sakit PGI Cikini, kini telah berusia 124 tahun, yakni pada 12 Januari 2022 (berdiri pada 12 Januari 1898). Dahulu merupakan kediaman pelukis legendaris Indonesia, Raden Saleh.

RS PGI Cikini selama ini dikelola oleh Yayasan Kesehatan PGI, menyandang nama sebagai “A Garden Hospital with Loving Touch“, karena pendekatan keramahan pelayanannya, dan memadukan keasrian taman untuk mendukung proses pemulihan kesehatan.

Deraan masalah keuangan rumah sakit yang berkepanjangan, membuat Yayasan Kesehatan PGI dan MPH PGI, pada jelang akhir tahun 2021, melakukan perjanjian kerjasama BOT dengan grup jaringan rumah sakit, Primaya Hospital.

Rumah Sakit PGI Cikini kini berganti nama menjadi Primaya Hospital PGI Cikini, sebagai konsekuensi kerja sama Primaya Hospital Group dengan Yayasan Kesehatan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (YAKES PGI), yakni pada 1 Agustus 2021.

Sekilas Riwayat Lahirnya Kerjasama BOT

Berlatarbelakang masalah keuangan RS PGI Cikini, berdasar rilis yang beredar, dan sepengetahuan Ketua Umum PGI Gomar Gultom, disebutkan dalam rilis bahwa, sejak tahun 2017 sampai 2019 RS Cikini merugi secara akumulatif sebesar lebih kurang Rp.77 miliar dan hutang RS Cikini per Desember 2020 sebanyak Rp.52 miliar, sementara kewajiban dana pensiun sejumlah Rp.58 miliar, sehingga totalnya Rp.110 miliar.

YAKES PGI menandatangani kerja sama dengan PT Famon Awal Bros Sedaya (korporasi pengelola jaringan rumah sakit Primaya Hospital Group), pada tanggal 25 Juni 2021 di kantor PGI Grha Oikoumene PGI Jalan Salemba, Jakarta Pusat.

Dari berbagai sumber, dapat diringkas inti kerjasama built, operate, transfer (BOT) dengan jangka waktu 30 tahun : investor mengelola 1 hektare tanah, dan akan membangun di atasnya bangunan rumah sakit seluas 14,000 M2, dan bangunan parkir 4,000 M.

Sementara itu sisa tanah seluas kurang lebih 4,5 Ha akan tetap dikelola oleh PGI dan YAKES PGI, untuk menunjang dijalankannya visi dan misi PGI dan YAKES PGI.

Dalam perjanjian tersebut, Investor tidak dibolehkan mengagunkan bangunan dan tanah sewaan. Atas penyewaan dan pengelolaan rumah sakit tersebut investor memberikan konpensasi yang pasti kepada PGI dan YAKES Cikini.

Tanah sewaan dan bangunan akan dialihkan kembali penguasaannya ke PGI setelah 30 tahun,” ungkap rilis tersebut.

Dalam pengelolaan ini, PGI akan menempatkan Komisaris Utama dan satu Direksi, dalam PT yang mengelola Rumah Sakit, selama BOT tersebut.

Dengan ikut sertanya perwakilan PGI, pada posisi Komisaris Utama dan Direksi, secara langsung PGI ikut mengawasi dan mengendalikan jalannya RS PGI Cikini.

Tujuan utama kerjasama BOT ini adalah untuk menjamin YAKES PGI Cikini, tidak lagi menanggung kerugian, dapat melunasi hutang-hutang, dapat membayar gaji karyawan, uang pensiun, jasa medik dan kewajiban lain sebagaimana mestinya.

Perjanjian PGI-Primaya Hospital, Masuk Pengadilan

Kuasa hukum PGI – YAKES PGI, Hotman Paris Hutapea, saat konferensi pers 26 Juni 2021, menyatakan pihak yang membuat pengaduan ke pengadilan, terkait kerja sama BOT RS PGI Cikini dengan Primaya Hospital Group, tidak memiliki kapasitas atau legal standing.

Lebih lanjut dikatakan Hotman, para pengadu bukanlah pengurus PGI, dan pengurus yayasan. Posisi mereka hanya bekerja atau profesional di RS PGI Cikini.

foto : kureta.id

“Yang melakukan pembohongan, baiknya tarik semua pelaporan. Kami akan teruskan, kalau tidak ditarik. Kami akan laporkan ke polisi atas berita-berita bohong yang disebarkan. Seseorang tidak punya legal standing, melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, melakukan tindakan melawan hukum. Kalau ngak puas ya pindah, bikin rumah sakit sendiri, jangan sampai yayasan sebagai majikan bertindak, hati-hati,” tukas Hotman Paris Hutapea kuasa hukum PGI-YAKES PGI dalam kureta.id.

Perjuangan Hukum Dokter dan Nakes RS PGI Cikini

Para dokter, tenaga kesehatan (Nakes) dan karyawan, yang merasa tidak dilibatkan dalam diagnosis masalah keuangan, yang ditengarai menjadi penyebab dialihkannya kepada manajemen baru, merasa ada yang tidak tepat atas keputusan BOT tersebut.

Para Dokter dan Nakes RS PGI Cikini tersebut, sebagai Pemohon mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melalui kuasa hukumnya, untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap YAKES PGI.

Adapun Tim Kuasa Hukum para Pemohon, dikoordinir oleh Advokat Dra. Risma Situmorang, SH., MH.

Risma Situmorang (kiri) saat sidang meminta keterangan Saksi Ahli, di PN Jakpus 13 Juni 2022

Permohonan pemeriksaan telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanggal 14 Juli 2021, dengan surat No. 01/RS-PGICIKINI/VII/2021 tertanggal 12 Juli 2021,

Adapun hal yang diajukan adalah Permohonan Penetapan Untuk Pemeriksaan Terhadap Yayasan Kesehatan PGI Cikini.

Sementara yang menjadi Termohon adalah: Yayasan Kesehatan PGI CIKINI, sebagai Termohon 1; Pdt. Gomar Gultom., M.Th., selaku Ketua Pembina Termohon 1 sebagai Termohon 2; Sheila Aryani Salomo., S.H., selaku Anggota Pembina Termohon 1 sebagai Termohon 3; DR. Agustin Teras Narang., S.H., selaku Anggota Pembina Termohon 1 sebagai Termohon 4; hingga Termohon 15. Dan juga Pdt. Gomar Gultom., M.Th., selaku Ketua Umum Persekutuan Gereja- Gereja di Indonesia (untuk selanjutnya disebut ‘PGI’) sebagai Turut Termohon.
Bahwa permohonan ini diajukan untuk pemeriksaan terhadap Termohon 1 berdasarkan ketentuan Pasal 53 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (untuk selanjutnya disebut “UU Yayasan”) yang menyebutkan: Upaya hukum tersebut berupa Permohonan Penetapan Untuk Pemeriksaan Terhadap kepentingan pemeriksaan terhadap: Yayasan Kesehatan Pgi Cikini, sebagai Termohon 1; Pdt. Gomar Gultom., M.Th., selaku Ketua Pembina Termohon 1 sebagai Termohon 2; hingga Termohon 15. Demikian juga Pdt. Gomar Gultom., M.Th., selaku Ketua Umum Persekutuan Gereja- Gereja di Indonesia (untuk selanjutnya disebut ‘PGI’) sebagai Turut Termohon.

Para Pemohon memohon agar dilakukan antara lain: Kesatu, Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan : a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar; b. lalai dalam melaksanakan tugasnya; c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.

Kedua, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.Ketiga, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

Saksi Ahli Yayasan Pemohon : Dr. Maruarar Siahaan, SH., MH

Sidang ajuan permohonan terkait polemik penetapan YAKES PGI – MPH PGI melakukan kerjasama BOT dengan Primaya Hospital Group, kemarin malam digelar di Ruang Soejadi PN Jakarta Pusat.

Agenda sidang adalah mendengarkan paparan saksi ahli yayasan, yang diajukan oleh pemohon, yakni mantan Hakim dan juga mantan Rektor UKI, Dr. Maruarar Siahaan, SH., MH.

Dr. Maruarar Siahaan, SH., MH saat mengucapkan janji dalam persidangan PN Jakarta Pusat, 13 Juni 2022

Sidang dipimpin Hakim tunggal, Heru Hanindyo, SH., MH., LLM. Hadir dalam persidangan, Dr Tunggul Situmorang SpPD-KGH, salah seorang pengaju permohonan, juga pernah menjadi Direktur RS PGI Cikini, Prof. DR. dr. Karmel Lidow Tambunan, Sp.PD-KHOM, dan beberapa orang lainnya.

Setelah menjelaskan sejumlah ketentuan persidangan, Hakim Heru memberi kesempatan Saksi Ahli menyampaikan keterangannya berdasar pengetahuan dan pengalaman tentang keahlian menyangkut Yayasan.

Usai persidangan, Kuasa Hukum Pemohon, Risma Situmorang memberikan keterangan kepada media mengenai keterangan saksi ahli.

“Beliau ahli hukum yang sangat menguasai tentang Yayasan, selain sebagai pensiunan Hakim, juga merupakan pengurus sejumlah Yayasan, jadi punya akuntabilitas yang sangat penting” ujar Risma memulai penjelasan.

Risma pun mengemukakan alasan mengajukan saksi ahli, dalam rangka mendapatkan penjelasan secara terang tentang kelayakan para dokter dan nakes mengajukan permohonan, sehubungan adanya pernyataan yang mengatakan mereka tidak mempunyai legal standing.

“Beliau membuat jelas, bahwa pengertian pasal 53 (UU Yayasan) itu, pihak berkepentingan itu bahkan bukan hanya dokter dalam suatu yayasan rumah sakit, bahkan semua sasaran dari suatu pendirian yayasan rumah sakit itu, masyarakat umum pun yang merupakan sasaran berdirinya rumah sakit, termasuk pihak ketiga yang dimaksud dalam UU Yayasan. Jadi dokter dan tenaga kesehatan itu, jelas pihak ketiga yang berkepentingan” jelas Risma.

Jadi jelas dokumen-dokumen apa, yang dapat diperintahkan Hakim untuk diperiksa, lanjut penjelasan Risma, seperti perjanjian-perjanjian, dokumen-dokumen keuangan, bahkan laporan-laporan keuangan yang sudah sudah diauditpun bisa diperintah Hakim Pengadilan untuk diperiksa ulang, agar lebih akuntabel, lebih trasparan, karena ada dugaan, belum tentu benar laporan tersebut, karena tidak transparan, tidak pernah diumumkan.

“Oleh ahli dikatakan bahkan harus ditempel dan diumumkan oleh pengurus, itu tidak pernah dilakukan, jadi melalui keterangan ahli ini jadi jelas, bahwa permohonan yang diajukan dokter-dokter sebagai pihak yang berkepentingan ini, beralasan untuk dikabulkan Hakim” pungkas Risma. (DED)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*